JawaPos.com – Anggota Komisi III DPR RI, Wayan Sudirta memberikan apresiasi positif terhadap kinerja Kejaksaan Agung sepanjang tahun 2022, Namun legislator PDIP ini, sekaligus menyampaikan sejumlah catatan evaluative untuk dibenahi, guna memberikan pelayanan yang lebih berkualitas bagi masyarakat Indonesia.
“Saya menilai Jaksa Agung St Burhanuddin telah memberikan kontribusi serta inspirasi besar bagi bangsa dan negara,” kata Sudirta dalam keterangan tertulisnya kepada JawaPos.com, Jumat (10/3).
Sudirta juga menunjuk penyerapan anggaran yang optimal (96,36 persen) dan akuntabilitas keuangan Kejaksaan yang terus menerus mencapai predikat WTP. Selain itu, hal yang juga penting adalah kemampuan realisasi PNBP yang melampaui target (mencapai Rp 2,7 Triliun dari target Rp 662 Miliar).
“Kejaksaan di tahun 2022 telah membantu penyelamatan keuangan negara sebesar Rp6 Triliun, pemulihan kerugian negara Rp 3 Triliun. Ini capaian yang terkait dengan asset recovery yang sangat penting dalam penegakan hukum,” imbuh Sudirta.
Terobosan responsive dan sensitivitas Kejaksaan di tahun 2022 menurut Sudirta cukup tinggi. Salah satunya inisiatif membentuk satgas Mafia Tanah (yang mencapai 41 laporan atau aduan masyarakat yang terverifikasi). Selain itu, Kejaksaan juga telah membentuk Satgas Pengamanan Investasi yang berupaya untuk membantuk percepatan pembangunan ekonomi.
Sejumlah kasus yang mendapat sorotan dan perhatian masyarakat, terlihat responsivitas Kejaksaan yang tinggi, seperti dalam penanganan mafia tanah, mafia minyak goreng, mafia bahan pokok, dan beberapa kasus yang menyangkut perekonomian dan keuangan masyarakat (seperti kasus Jiwasraya dan investasi bodong). Kejaksaan juga melakukan penanganan dari sisi tindak pidana khusus, atau persoalan korupsinya.
“Sementara hal-hal yang menunjukkan pengembangan program inovatif, mendapat perhatian positif seperti Jaksa Menyapa, Jaksa Masuk Sekolah, Podcast, maupun kerjasama dengan Kementerian atau Lembaga. khususnya dalam melakukan edukasi pencegahan tindak pidana korupsi dan pelanggaran hukum lainnya,” tuturnya.
Sudirta juga memberi apresiasi atas inisiatif Kejaksaan dalam mendorong penerapan Keadilan Restoratif dengan membentuk peraturan teknis dan rumah keadilan restoratif yang telah ada di beberapa daerah.
“Kami mencatat telah ada 621 Rumah Restorative Justice. Selain itu, Kejaksaan juga mendorong pembentukan 119 Balai Rehabilitasi untuk mendukung penanganan rehabilitatif bagi pecandu atau pengguna Narkotika sehingga tidak memperburuk kondisi over-populasi di Lembaga Pemasyarakatan,” tuturnya.
Namun, sekalipun ada progres yang bagus, tentu masih ada masyarakat yang tidak mendapat layanan berkualitas, yang punya persepsi negative dan tidak puas. Karena itu mesti dievaluasi. Pertama, lanjut Sudirta, mengenai penanganan perkara, terutama korupsi dan HAM yang dinilai masyarakat menemui tren penurunan atau sering dikeluhkan oleh masyarakat.
“Meskipun terkait dengan penanganan kasus korupsi, Kejaksaan memang berfokus kepada pemulihan dan penyelamatan kerugian negara, sehingga kuantitas boleh menurun namun kualitas meningkat. Karena itu, Kejaksaan perlu banyak bekerjasama dengan KPK, Polri, dan seluruh Kementerian/Lembaga untuk melakukan pengawasan dan penindakan,” katanya.
Sebagai contoh, terkait dengan dugaan TPPU dan pelanggaran hukum oleh oknum-oknum di Kementerian Keuangan yang saat ini menyita perhatian masyarakat. Peran Jaksa dalam hal ini akan sangat membantu dalam menimbulkan efek jera sekaligus kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum.
Legislator asal Bali itu juga menyarankan Kejaksaan perlu mengoptimalkan kembali penanganan perkara korupsi seperti, kelanjutan dari kasus lahan PT Duta Palma, Korupsi oleh Kepala Daerah atau Pemda maupun Pemerintah Desa, Kasus BTS, dan kasus-kasus lainnya, terutama yang terkait dengan pendapatan dan penerimaan negara. Hal ini juga dapat mendorong peningkatan Indeks Persepsi Korupsi Nasional.