JawaPos.com – Layaknya pedang bermata dua, pesatnya perkembangan dan penyebaran teknologi informasi serta populernya penggunaan media sosial juga menghadirkan bentuk bentuk baru kekerasan. Jenis kekerasan ini disebut kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Terdapat beberapa bentuk kekerasan berbasis gender online, seperti pendekatan untuk memperdaya atau cyber grooming, pelecehan online atau cyber harassment, peretasan atau hacking, konten illegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto atau video pribadi, pencemaran nama baik dan recruitment online.
Dalam kasus KBGO, perempuan lebih sering dan lebih rentan menjai korban. Berdasarkan laporan Safenet, pada 2021 sebanyak 74 persen KBGO dialami oleh perempuan, sementara 8 persen dialami oleh laki-laki.
Efek dari KBGO juga tidak bisa dianggap sepele. KBGO dapat menyebabkan depresi hingga kecemasan berlebih serta perubahan perilaku sehingga tidak bisa dilihat sebelah mata bagi banyak pihak.
Penyintas KBGO dan founder Gender.Talk, Dara Ayu dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat (10/3) mengungkapkan bahwa banyak perempuan yang bahkan tidak sadar masuk dalam potensi ranah KBGO. Hal itu disebabkan oleh rasa nyaman misalnya ketika memiliki pasangan maka akan bertukar password media sosial atau smatphone kepada orang lain.
“Banyak sekali, kita tidak sadar foto yang dikirim dapat menjadi boomerang,” kata Dara dalam kegiatan Obral Obrol Literasi Digital yang digagas Kemenkominfo.
Media sosial dan aplikasi kencan adalah dua aplikasi yang kerap membuat perempuan terkena KBGO. “Diawali dengan meminta PaP (Post a Picture) dengan persetujuan kedua belah pihak secara sukarela. Lalu ketika si perempuan memutuskan untuk mengakhiri hubungan, maka PaP tersebut dapat dijadikan ancaman. Beberapa korban bahkan berujung melakukan kekerasan terhadap diri sendiri ketika sudah merasa depresi,” jelasnya.
“Saran aku kalau berkirim foto atau video harus memperhatikan beberpa hal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti mengirimkannya ke media lain dan ke orang lain dengan tujuan ancaman,”sambungnya.
Sementara itu, Dewan Pengarah Siberkreasi Diena Haryana menambahkan bahwa perempuan harus bisa bersikap terhadap perempuan lain yang menjadi korban dengan mendampinginya melewati masa-masa sulit tersebut.
“Ketika perempuan mengalami kekerasan tersebut ada rasa marah, takut, kecewa, luka batin yang dalam. Jadi kita sebagai perempuan perlu membersamainya selama proses yang dia pilih baik perawatan konseling atau bantuan hukum,” jelas Diena.