JawaPos.com – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut tujuan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru bertujuan untuk modernisasi. Dengan begitu, pasal-pasal yang ada di dalamnya dapat mengakomodasi pelanggaran yang sebelumnya tak diatur dalam KUHP lama.
“Jadi KUHP ini di mana memberikan fungsi hukum sebagai fungsi adaptatif atau fungsi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” ujarnya dalam kegiatan Kumham Goes to Kampus di Universitas Gadjah Mada, Jumat (10/3).
Selain itu, Eddy, sapaan akrab Wamenkumham, mengatakan bahwa misi lain dari KUHP adalah untuk harmonisasi dengan undang-undang lain yang sudah berlaku.
“Kita harmonisasikan dengan yang sudah ada antara lain dengan UU tindak pidana kekerasan seksual dan beberapa UU lainnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyosialisasikan misi-misi dari dibentuknya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah diundangkan dalam UU No. 1 Tentang KUHP Tahun 2023.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan butuh waktu setidaknya 60 tahun hingga akhirnya KUHP baru ini dapat disahkan pada 6 Desember 2022 lalu.
“Dari segi proses kita sudah ketahui bersama bahwa ini adalah proses panjang yang sudah dimulai dari tahun 1958 masuk resmi ke DPR 1963 dan kemudian baru disahkan pada 6 Desember 2022 dan diundangkan 2 Januari 2023,” ujarnya di Universitas Gadjah Mada, Jumat (10/3).
Namun begitu, untuk ukuran pembuatan KUHP baru, kata Eddy–sapaan akrab Wamenkumham–waktu 60 tahun masih tergolong sebentar. Pasalnya, tak ada negara yang lepas dari penjajahan mampu membuat KUHP baru dengan waktu singkat.
“Belanda sendiri butuh waktu 70 tahun untuk membuat KUHP baru ketika dia diberikan kemerdekaan oleh Prancis,” jelasnya.