JawaPos.com – Pemerintah telah menetapkan insentif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Pemberian insentif hanya ditujukan bagi produsen yang telah mendaftarkan jenis kendaran listrik yang memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 40 persen. Program ini akan mulai berlaku pada 20 Maret 2023 hingga 30 Desember 2023.
Insentif yang diberikan berupa bantuan pembelian KBLBB sebesar Rp 7 juta per unit untuk 200 ribu unit sepeda motor listrik baru dan konversi menjadi motor listrik untuk 50 ribu unit sepeda motor bahan bakar minyak (BBM). Sementara, insentif untuk mobil listrik belum ditentukan besaran pastinya. Meski demikian, pemerintah merencanakan untuk memberikan bantuan kepada pembelian 35.900 unit mobil listrik dan 138 bus listrik.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, pemberian insentif merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik. Dengan adanya persyaratan TKDN 40 persen, akan mendorong investasi di sisi manufaktur dan rantai pasok komponen kendaraan listrik. Dengan harapan mampu mencapai skala keekonomian produksi kendaraan listrik.
“Serta mendorong kompetisi yang bisa berdampak pada penurunan harga kendaraan listrik sehingga mendongkrak adopsi kendaraan listrik lebih banyak lagi,” kata Fabby, Rabu (8/3).
Menurut dia, insentif konversi ke motor listrik dapat membangun kapasitas teknisi dan bengkel konversi. Sekaligus menarik minat pelaku usaha untuk mengusahakan proses konversi dengan skala yang lebih besar. Setidaknya terdapat 6 juta unit motor BBM per tahun dapat dikonversi ke motor listrik sampai 2030.
Makanya, butuh ratusan bengkel konversi tersertifikasi, teknisi terampil untuk mengerjakan itu. Dukungan rantai pasok baterai, motor listrik, dan komponen lainnya sangat perlu. Dengan begitu biaya konversi semakin terjangkau oleh masyarakat.
Peneliti IESR Faris Adnan menyebut, pengendara motor penyedia transportasi online atau penyedia jasa logistik perlu menjadi prioritas. Seperti ojek online yang memiliki jarak tempuh cukup jauh per harinya. Sehingga manfaat ekonomi yang didapat bagi pengguna maupun pemerintah akan lebih besar. “Jumlah bantuan yang ditawarkan pun perlu didorong lebih tinggi dibandingkan jumlah bantuan bagi penerima awam, yakni di atas Rp 7 juta,” ujarnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung program KBLBB yang dicanangkan pemerintah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan insentif. Baik di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB). Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan, insentif dikeluarkan untuk meningkatkan peran industri jasa keuangan untuk pembelian KBLBB maupun pengembangan industri hulunya. Seperti industri baterai, industri charging station, dan industri komponen.
Untuk sektor perbankan, OJK memberikan insentif dengan menurunkan bobot risiko kredit alias aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) menjadi 50 persen dari 75 persen. Khusus untuk kredit produksi dan konsumsi KBLBB. “Relaksasi yang dikeluarkan sejak 2020 diperpanjang hingga 31 Desember 2023,” kata Aman.
Ada pula relaksasi penilaian kualitas kredit untuk pembelian maupun pengembangan industri hulu kendaraan listrik. Plafon sampai dengan Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok atau bunga. Selain itu, pemberian dana ke debitur untuk membeli kendaraan listrik maupun pengembangan industri hulu dikategorikan sebagai penerapan keuangan berkelanjutan POJK nomor 51/POJK.03/2017.
“Juga mendapat pengecualian batas maksimum pemberian kredit untuk perbankan,” jelasnya.
Di sisi lain, pengamat transportasi Djoko Setijowarno memandang, bahwa pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak membutuhkan motor listrik. Tapi justru membutuhkan tambahan modal untuk usaha. Justru yang harus dibenahi adalah transportasi umum dengan kendaraan listrik.
“Di luar negeri, angkutan umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi. Dan bukan target motor listrik. Membenahi transportasi umum dengan kendaraan listrik akan dapat menekan emisi udara, mereduksi kemacetan lalu lintas, menurunkan angka kecelakaan, dan menurunkan angka inflasi di daerah,” bebernya kepada Jawa Pos, tadi malam.
Dosen Unika Soegijapranata Semarang itu menilai, Rp 1,4 triliun bisa digunakan untuk membenahi angkutan perkotaan di 20 kota. Pemerintah justru harus mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan.
“Secara individu, rakyat Indonesia unggul tapi secara negara tidak pernah bisa buat kebijakan yang cerdas,” tandasnya.