JawaPos.com – Harta kekayaan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang tidak wajar mendadak terbongkar. Hal ini dipicu oleh Mario Dandy Satrio, anak dari mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo yang ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.

Bermula dari kasus kekerasan, kemudian warganet mulai menyoroti perihal pamer harta atau flexing di media sosial yang dilakukan Mario Dandy. Itulah yang membuat harta kekayaan Rafael Alun dikuliti, dicopot dari jabatan, dan dipecat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Ditjen Pajak.

Kasus Rafael Alun dan Mario Dandy masih berjalan, warganet semakin peka dan mengkritisi sejumlah gaya pamer harta yang dilakukan sejumlah pejabat bea cukai. Mulai dari Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto yang gemar pamer kendaraan mewah dan pesawat pribadi di media sosial.

Hingga kemudian, Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan keluarganya yang saat ini sedang dikuliti warganet lantaran kerap memamerkan harta kekayaan di jagat maya.

Lebih lengkap, berikut ini sederet perjalanan kasus mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo yang ikut menyeret sejumlah nama kepala bea cukai hingga dana mencurigakan seniai Rp 300 triliun.

Rafael Alun Dipecat

Kemenkeu secara resmi memecat Rafael Alun Trisambodo sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemecatan ini dilakukan karena Rafael Alun terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat.

Salah satunya, Rafael Alun terbukti tidak sepenuhnya melaporkan harta kekayaan berupa uang tunai dan bangunan. Bahkan, beberapa aset diantaranya diatasnamakan pihak terafiliasi mulai dari teman, kakak dan adek, juga keluarga. Terkait itu, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu merekomendasikan Rafael Alun untuk dipecat.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan pemecatan terhadap Rafael Alun sudah resmi diputuskan. Namun secara formil, proses ini tinggal menunggu pemberkasan.

Flexing Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto

Eko Darmanto sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Jogjakarta imbas sikapnya yang kerap pamer barang mewah di media sosial atau flexing. Adapun pencopotan jabatan ini telah berlaku mulai tanggal 2 Maret 2023.

Selain dicopot, pada Selasa (7/3) mantan Kepala Kantor Bea Cukai Jogjakarta, Eko Darmanto, dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengklarifikasi harta kekayaan Eko sebagaimana termuat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). klarifikasi ini dilakukan, imbas dari pamer harta Eko Darmanto di media sosial.

Flexing Kepala Bea Cukai Makassar Adhi Pramono

Usai Kepala Bea Cukai Jogjakarta Eko Darmanto, kini giliran Kepala Bea Cukai Makassar, Adhi Pramono yang dipanggil Kemenkeu. Pemanggilan ini terkait dengan video postingan viral di media sosial yang terkesan memamerkan harta kekayaan rumah mewah di Kawasan Cibubur, Jakarta Timur.

Tak hanya soal rumah, warganet juga menyoroti soal gaya hidup anaknya yang terlihat hedonis bahkan membeli pakaian seharga Rp 22 juta, celana panjang Rp 1 jutaan hingga barang lainnya lalu mengunggahnya di media sosial.

69 Pegawai Kemenkeu Kena Imbas

Buntut kasus Rafael Alun, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Itjen Kemenkeu), mengungkapkan terdapat 69 pegawai Kemenkeu yang belum melaporkan harta kekayaannya secara jelas. Atas hal itu, Itjen akan memanggil para pegawai tersebut untuk diperiksa.

“Jadi total ada 69 pegawai yang tidak klir, selanjutknya akan kami panggil untuk kami lakukan pemeriksaan,” kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh dalam konferensi pers, Rabu (1/3).

Awan merinci, 69 pegawai yang akan diperiksa ini terdiri dari mereka yang belum klir menyelesaikan LHKPN pada tahun 2019 dan 2020.

Dana Mencurigakan Kemenkeu Rp 300 triliun

Perhatian masyarakat tidak berhenti pada harta kekayaan para pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan. Kini, lembaga bendahara negara ini menjadi sorotan lantaran diduga memiliki dana mencurigakan atau tak wajar sebesar Rp 300 triliun.

Hal ini sebagaimana disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa Tim Penggerak Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menemukan transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari hasil penyelidikan hari ini, Rabu (8/3).

Temuan ini disampaikan oleh Mahfud MD setelah tim menerima laporan masuk. Transaksi janggal di lingkungan Kemenkeu didominasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).

Mahfud menyampaikan bahwa temuan ini juga telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, selaku anggota tim, serta jajaran PPTAK.

“Saya sudah sampaikan sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, anggota Bu Menkeu, Sekretarisnya Ketua PPATK, sudah ada laporan ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan di Kementerian Keuangan. Sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” ujar Mahfud dikutip dari Radar Jogja (Jawa Pos Group), Rabu (8/3).

By admin