JawaPos.com – Banyak buyer asal Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang membatalkan dan mengurangi volume order produk. Akibatnya, tren permintaan ekspor melemah.
“Ini dampak resesi ekonomi yang terjadi di beberapa negara tujuan utama ekspor,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno di Jakarta Selasa (7/3).
Bukan hanya penurunan kinerja ekspor, kondisi pasar domestik juga sama tak baiknya. “Gempuran produk impor yang masih membanjiri pasar lokal membuat permintaan dalam negeri semakin menurun,” ujarnya.
Mengacu data kinerja ekspor, ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Arga Samudro menyampaikan bahwa Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan India yang menjadi penopang hampir setengah dari total nilai ekspor Indonesia. Bahkan, nilai pengiriman barang menuju Tiongkok mencapai USD 5,25 miliar atau seperempat dari total ekspor nonmigas Januari 2023 yang sebesar USD 20,8 miliar.
Menurut Arga, pembukaan kembali Tiongkok sejatinya dapat membuka lebih banyak peluang komoditas Indonesia, khususnya barang-barang rumah tangga, untuk masuk ke negara tersebut sebagaimana pulihnya konsumsi penduduk Tiongkok. “Indonesia dapat mempertahankan volume ekspor logam dasar dan mineral untuk mengisi sektor manufaktur sekaligus menyediakan jasa pariwisata. Pada tahap ini, pandangan kami bahwa Indonesia masih dapat membukukan surplus perdagangan USD 30 miliar, lebih rendah daripada surplus tahun lalu,” jelasnya.
Sementara itu, pemerintah berkomitmen mendukung eksportir. Komitmen itu diwujudkan dengan kebijakan yang mempermudah dan menghilangkan hambatan ekspor produk Indonesia dalam memasuki pasar internasional.
“Karena itu, aturan ekspor harus dipermudah. Jangan sampai ada yang menghambat untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tutur Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan.
Mendag menyebutkan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 54,53 miliar sepanjang 2022. Nilai tersebut meningkat USD 19,11 miliar atau 54 persen dari tahun sebelumnya.
Mendag menambahkan, pemerintah akan membuka pasar, terutama di kawasan baru. Misalnya, Asia Selatan, Afrika, dan Eropa Timur. Salah satu upayanya adalah menggalakkan perjanjian-perjanjian dagang dengan negara mitra.
KENDALA DAN HAMBATAN EKSPOR
– Kondisi perekonomian negara tujuan yang belum stabil
– Izin dan sertifikasi
– Biaya logistik serta shipping yang tinggi
– Birokrasi ekspor
Sumber: GPEI