JawaPos.com- Letak geografis yang cukup strategis membuat Gresik menjadi jujukan para perantau. Bahkan, hal itu sudah terjadi sejak zaman dulu. Tidak heran, terdapat beberapa nama wilayah yang mencirikan daerah tertentu.
Dusun Meduran, Desa Roomo, Kecamatan Manyar, misalnya. Nama tersebut didapat lantaran wilayah itu menjadi tempat singgah para perantau dari Pulau Madura. “Ada sekitar 60 kepala keluarga, mereka datang ke Gresik untuk berdagang, biasanya menjajakan gula merah dan buah-buahan,” tutur Sugeng Riyadhi, tokoh masyarakat setempat.
Pria 68 tahun itu tidak ingat betul kapan para perantau dari Pulau Garam itu datang ke Kota Pudak. Yang pasti, jejak perantauan sudah berlangsung lebih dari satu abad. “Saat ibu saya masih kecil sudah berada di Gresik. Sekitar tahun 1908,” bebernya.
Dia menyebut, para perantau kebanyakan berasal dari Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Biasanya, orang asli Meduran masih cukup fasih menggunakan bahasa Madura. Namun, seiring perkembangan zaman, kawasan tersebut berubah menjadi wilayah industri. “Juga terjadi percampuran budaya. Saat ini, mungkin hanya 30 persen warga dari total 900 ribu penduduk yang berdarah Madura,” ungkapnya.
Salah satu sosok yang cukup berjasa atas keberlangsungan masyarakat Meduran, yakni Buyut Nyai Nudirah. Sosok yang turut menyebarkan agama Islam di Kota Pudak. “Masih merupakan keturunan Sunan Giri berdarah Madura,” kata bapak dua anak itu.
Untuk menghormati jasa leluhur, masyarakat setempat rutin menggelar sedekah bumi yang berlangsung setiap 15 Zulhijah. “Kegiatannya menggelar kenduri, dan mengarak tumpeng raksasa,” pungkasnya.