PERSOALAN mepetnya objek vital dengan permukiman seperti Depo Pertamina Plumpang merupakan masalah klasik. Dulu, saat dibangun, lokasi Plumpang relatif masih steril.
Namun, koordinasi yang kurang baik dalam pengelolaan tata ruang dengan pemerintah daerah mengakibatkan makin bertumpuknya permukiman yang mendekati depo.
Jelas, ini sangat berbahaya. Itu hanya jadi salah satu contoh. Sebab, ada juga objek vital di titik atau daerah lain yang terbilang riskan. Beberapa aset BUMN lain, misalnya lokasi pabrik Pusri 1 di Palembang, kondisinya juga mirip.
Perkembangan wilayah permukiman tanpa kontrol sehingga membuat lokasi pabrik saat ini pun tidak kondusif. Kebocoran gas amonia yang terjadi beberapa kali membuat warga sekitar mengalami gangguan saluran pernapasan. Koordinasi lintas kementerian dan lembaga serta pemda sangat penting untuk menjaga keamanan aset-aset tersebut dan masyarakat di sekitarnya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus segera mengambil inisiatif untuk memastikan keamanan aset vital yang dimiliki BUMN tersebut. Misalnya, berkoordinasi lagi dengan BPN atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta pemerintah daerah setempat untuk segera dilakukan pencegahan insiden yang tidak diinginkan. Mencegah situasi berulang seperti kasus di Plumpang. Intinya, lokasi objek vital harus dilindungi dari ekspansi permukiman penduduk.
Contoh bagus pernah dibuat PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang mampu menciptakan safety tinggi untuk perjalanan kereta. Sebagian permukiman padat penduduk yang mengepung jalur kereta Jabodetabek berhasil direlokasi sehingga jalur lebih aman. Jadi, sebetulnya sudah ada case yang sukses terkait isu ini.
Beberapa upaya preventif ke depan bisa dilakukan pemerintah. Pertama, meningkatkan kualitas SDM untuk meminimalkan human error. Kedua, memastikan lokasi objek vital harus steril dari permukiman masyarakat. Menggandeng pemerintah daerah atau aparat keamanan untuk koordinasi. Ketiga, menggunakan teknologi tinggi atau AI (artificial intelligence) untuk membantu mengurangi human error.
Kembali ke kasus Pertamina, mungkin sebaiknya Pertamina kembali fokus meng-handle bisnis inti, yaitu minyak dan gas. Abainya Pertamina soal safety bisnis inti telah mengakibatkan terbakarnya depo tersebut tiga kali bahkan belum sampai dua dekade, yaitu pada 2009, 2017, dan 2023.
Pertamina juga harus segera menyusun masterplan baru untuk beberapa depo di Indonesia. Terutama Depo Plumpang yang sudah berusia hampir 50 tahun. (*/c7/fal)
*) TOTO PRANOTO, Associate Director BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia
**) Disarikan dari wawancara dengan Agfi Sagittian