JawaPos.com–Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya Eddy Christijanto menyampaikan, langkah mitigasi bencana gempa yang dilakukan pemkot ada tiga. Apa saja?
Di antaranya adalah menerapkan aturan atau larangan mendirikan bangunan di kawasan rawan bencana, atau tanah lunak.
”Salah satunya di kawasan mangrove, kontur tanahnya itu lunak. Maka dari itu rencana tata ruang di Surabaya harus disiplin dan tidak boleh ada bangunan di tanah berkontur lunak,” jelas Eddy.
Yang kedua, lanjut dia, pemkot mengatur tentang aturan konstruksi bangunan. Di dalam aturan itu bakal dijelaskan berbagai persyaratan. Mulai dari arsitektur, bahan baku, hingga tinggi maksimal bangunan akan diatur.
”Yang ketiga adalah edukasi mengenai mitigasi bencana gempa bumi kepada stakeholder dan masyarakat. Pemkot melalui BPBD Surabaya telah memberikan petunjuk arah di dalam bangunan, sehingga ketika ada gempa masyarakat akan tahu harus berbuat apa dan keluar melalui jalur mana. Selain itu, kami juga membuat video animasi mitigasi tanggap bencana gempa,” papar Eddy.
Dengan tiga langkah itu, Eddy berharap, dapat meminimalisir dampak dari bencana gempa bumi, jika sewaktu-waktu terjadi di Kota Surabaya.
”Ketika tiga hal itu diterapkan secara disiplin oleh pemerintah, stakeholder, dan masyarakat, dampak dari bencana gempa bumi dapat minimalisir dan kita waspadai,” jelas Eddy.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Surabaya bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan deteksi dini bencana gempa bumi dengan survei mikrozonasi (kerentanan seismik).
Deteksi dini itu dengan survei mikrozonasi. Tujuannya untuk mengantisipasi dampak dari gempa bumi. BPBD Kota Surabaya bersama BMKG Pusat dan BMKG daerah melakukan survei mikrozonasi mulai 28 Februari hingga 8 Maret.
Selain untuk mendeteksi dini gempa bumi juga untuk melengkapi melengkapi data survei mikroorganisme pada 2020.