JawaPos.com–Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Surabaya bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan deteksi dini bencana gempa bumi dengan survei mikrozonasi (kerentanan seismik).
Deteksi dini itu dengan survei mikrozonasi. Tujuannya untuk mengantisipasi dampak dari gempa bumi. BPBD Kota Surabaya bersama BMKG pusat dan daerah melakukan survei mikrozonasi mulai 28 Februari hingga 8 Maret.
”Selain mendeteksi dini gempa bumi juga untuk melengkapi data survei mikroorganisme pada 2020,” ujar Fungsional Madya Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ariska Rudianto.
Dia mengatakan, mikrozonasi untuk mengidentifikasi faktor kerentanan wilayah terhadap bahaya gempa bumi di Surabaya. Kajian yang dilakukan BMKG pusat di antaranya mendeteksi rata-rata gelombang geser hingga kedalaman 30 meter, estimasi kedalaman (engineering bedrock), periode dominan tanah, mendeteksi informasi indeks kerentanan seismik dan skala regang geser tanah (ground shear strain).
”Hasil kajian ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penyusunan rencana tata ruang di wilayah setempat, seperti perumusan peraturan, dan perundang-undangan terkait perencanaan pembangunan infrastruktur yang berwawasan mitigasi bencana,” kata Ariska di kantor Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kota Surabaya.
Dalam kesempatan itu, pria yang akrab disapa Aris itu menyebutkan, pada 2020, BMKG melalui Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu telah melakukan kajian mikrozonasi di Surabaya. Kajian itu dilakukan dengan cara pengukuran parameter kecepatan rata-rata gelombang geser.
Pengukuran tersebut dilakukan di 123 titik lokasi dengan kedalaman 30 meter, sedangkan pengukuran mikrometer dilakukan di 102 titik, dan pengukuran estimasi kedalaman dilakukan di 8 titik lokasi.
Hasil kajian tersebut, Aris menjelaskan, secara umum menunjukkan bahwa berdasar parameter klasifikasi, jenis tanah dengan kedalaman 30 meter di Surabaya didominasi tanah lunak (SE). Meski di beberapa titik lokasi teridentifikasi memiliki klasifikasi tanah sedang (SD) dan tanah keras (SC).
”Estimasi kedalaman batuan dasar teridentifikasi kedalaman 304 – 739 meter, periode dominan tanah teridentifikasi pada nilai periode antara 0,259 detik hingga 3,683 detik. Sedangkan untuk hasil analisis indeks kerentanan seismik dan regang geser tanah, di Surabaya menunjukkan hasil bervariasi dari indeks tingkat rendah hingga tinggi,” jelas Aris.
Pada 2023, BMKG akan kembali melaksanakan kajian mikrozonasi di wilayah Surabaya. Rencananya kajian itu dilakukan di 48 titik lokasi pengukuran baru, penambahan pengukuran mikrometer ada di 97 titik lokasi, sedangkan pengukuran estimasi kedalaman berada di 9 titik lokasi pengukuran baru.
Bukan hanya itu, Aris menambahkan, tahun ini, BKMG pusat juga akan melakukan kajian pengukuran parameter anomali percepatan gravitasi di 400 titik yang tersebar di wilayah Kota Surabaya. Kajian itu dilakukan pada bangunan hotel, rumah sakit, hingga perguruan tinggi, di masing-masing wilayah utara, barat, selatan, tengah, dan timur Surabaya.
”Kami harap hasil kajian dan evaluasi kerentanan bangunan itu nanti bisa menjadi dasar bahan masukan serta informasi, baik itu untuk pemerintah daerah maupun pusat,” tambah Ariska Rudianto.