JawaPos.com – PT PLN (Persero) mematangkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) berkolaborasi dengan Jepang untuk bisa mempercepat eksekusi proyek transisi energi. Salah satunya dengan menambah pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia dan memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam kunjungannya ke Jepang menjelaskan PLN melakukan banyak agenda untuk bisa mengurangi emisi karbon, salah satunya lewat memensiunkan PLTU. Sejalan dengan itu, PLN sudah menunda 14,2 GW PLTU baru yang semestinya masuk ke sistem dan menggantikannya dengan pembangkit berbasis EBT.
“Strategi dan langkah kami dalam mengurangi emisi karbon sudah terbukti nyata. Melalui berbagai upaya yang sudah dan akan kami lakukan, kami menargetkan penurunan emisi hingga 9,8 juta ton CO2 pada tahun 2030 mendatang,” ujar Darmawan dalam keterangan resmi, Senin (6/3).
Ia menjelaskan upaya penurunan emisi yang dilakukan PLN adalah melalui teknologi co-firing di 52 PLTU milik PLN. Bahkan, hingga 2025 mendatang PLN membutuhkan hingga 10,2 juta ton biomassa untuk bisa memenuhi kebutuhan co-firing.
Selain itu, PLN juga akan mengembangkan pembangkit EBT dan akan mendominasi bauran energi hingga 52 persen. PLN akan membangun 10,4 GW Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3,4 GW Pembangkit Listrik Panas Bumi dan 4,7 GW solar PV.
“Ini membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan membutuhkan kolaborasi bersama dengan global. Sebab, upaya pengurangan emisi yang kami lakukan ini berdampak langsung pada pengurangan emisi di Jepang, Eropa bahkan Amerika,” jelas Darmawan.
Sementara itu, Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gigih Udi Atmo yang juga menjadi perwakilan dari JETP Secretary menegaskan bahwa PLN membutuhkan dukungan pendanaan dan kerja sama program untuk bisa memaksimalkan pengurangan emisi karbon.
PLN membutuhkan investasi yang besar untuk bisa menjalankan program transisi energi ini. Untuk itu, melalui inisiasi dari negara G20 terbentuklah JETP Secretary yang berada di bawah Kementerian ESDM. Melalui gugus tugas JETP ini, baik pemerintah Indonesia, PLN dan juga negara G20, khususnya Jepang akan memetakan proyek dan kebutuhan investasi dalam pengurangan emisi karbon.
“Kami akan menyelesaikan rencana investasi yang sangat komprehensif pada Agustus tahun ini. Kami dan PLN akan mengidentifikasikan proyek potensial untuk transisi energi ini,” ujar Gigih.
Gigih juga menilai, dalam memilih pembiayaan nantinya lewat mekanisme JETP dan Energy Transition Mechanism (ETM) pemerintah dan juga PLN akan mengutamakan pembiayaan yang murah. Dukungan pihak global dalam menyediakan pembiayaan yang murah ataupun memperluas porsi hibah menjadi jalan tengah dalam menyukseskan agenda transisi energi ini.
“Tentu saja dengan pengembalian investasi yang menjanjikan dan juga keterjangkauan biaya yang membutuhkan dukungan nyata dari pihak global,” tandas Gigih.