JawaPos.com – Kuasa Hukum Terdakwa kasus narkotika Teddy Minahasa, Hotman Paris menggiring pernyataan saksi ahli pidana Eva Achjani Zulfa bahwa ada obstruction of justice oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus yang menjerat kliennya. Hal itu terjadi ketika Eva ditanyai oleh kuasa hukum Teddy Minahasa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3).
Mulanya, Hotman Paris bertanya soal berkas perkara yang tidak diberikan kepada tersangka ataupun kuasa hukum dalam suatu kasus.
Menurutnya, pemberian berkas perkara mesti diberikan kepada tersangka maupun kuasa hukumnya. Hal itu berdasarkan Pasal 143 KUHAP ayat 4 yang berbunyi, “Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri”
Menjawab hal itu, Eva mengamini pernyataan Hotman. “Iya, itu kaitannya dengan right to self defense, Yang Mulia. Jadi hak untuk membela diri,” katanya.
Setelah itu, Hotman bertanya kembali soal implikasi dari pelanggaran Pasal 143 KUHAP tersebut. “Kalau itu dilanggar, apa akibatnya?”
“Saya akan mengatakan ada pelanggaran HAM terkait dengan hak membela diri,” jawab Eva.
Belum puas dengan jawaban itu, Hotman kembali mencecar dengan pertanyaan lain dengan implikasi lain dari pelanggaran tersebut berkenaan dengan surat dakwaan.
“Apakah surat dakwaan menjadi, apa yang dilanggar begitu?” tanyanya.
Menjawab hal itu, Eva kembali mengatakan bahwa jika kejadiannya memang seperti itu, terdapat pelanggaran HAM terhadap terdakwa.
Masih tak puas dengan jawaban itu, Hotman kemudian kembali bertanya dengan ilustrasi kasus lain. “Kalau misalnya si Poltak dituduh memerkosa dan suara jeritannya direkam, suara si Poltak ini kan khas orang Batak, dia dituduh memerkosa, suara jeritannya itu ada yang merekam. Pertanyaannya, kalau rekamannya itu tidak diserahkan, apakah itu sangat vital melanggar hukum karena si Poltak tidak bisa membela diri apakah suara dia atau bukan itu?”
Menjawab pertanyaan itu, akhirnya Eva menjawab bahwa hal itu berarti ada pelanggaran terhadap pasal 221 KUHP tentang Obstruction of Justice.
“Kalau tadi saya katakan Pasal 221 KUHP yang menyembunyikan bukti itu menjadi tindak pidana tersendiri,” ucapnya.
Setelah itu, Hotman kemudian menggiring bahwa JPU telah melakukan pelanggaran dan dapat dikenakan pasal 221 KUHP dalam kasus Teddy Minahasa.
“Maksud ibu JPU kena Pasal 221 KUHP? Jangan dong, itu rekan saya, Bu,” ucapnya yang disambut gemuruh di ruang sidang.
“Saya tidak tau begitu ya, tetapi saya hanya menjawab secara normatif ya kalau contohnya adalah si Poltak yang direkam oleh tetangganya…,” jawab Eva yang kemudian dipotong Hotman.
“Jadi bukan hanya terdakwa dilanggar, bahkan dia menyembunyikan barang bukti pun bisa karena obstruction of justice Pasal 221 KUHP?” tanya Hotman.
Eva kemudian membetulkan. “Nggak-nggak, saya nggak mau, JPU itu teman kami, saya nggak mau dia sampai salah,” tandas Hotman Paris.
Sebelumnya, Hotman Paris, Kuasa Hukum Teddy Minahasa menyebut bukti digital forensik yang dihadirkan dalam persidangan kasus kliennya cacat hukum. Hal itu lantaran bukti percakapan WhatsApp antara Teddy Minahasa dengan terdakwa lainnya, yaitu Mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara tak dihadirkan secara utuh.
“Chat yang dimasukkan dalam forensik misalnya ditemukan 900 chating, diseleksi oleh dia sendiri, dipilih-pilih, yang dimasukkan hanya 80,” ujarnya kepada wartawan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa ahli digital forensik melakukan penyisihan bukti percakapan WhatsApp itu secara manual, alih-alih dengan menggunakan metode forensik.