JawaPos.com – Pengamat dari Sekolah Bisnis dan Manajemen Institute Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho menilai, batalnya perusahaan teknologi asal Cupertino, California, Apple Inc. berinvestasi di Indonesia karena maraknya praktik pertambangan tanpa izin (PETI) atau pertambangan ilegal. Padahal Apple berencana membangun pabrik di Indonesia, yang bisa berdampak pada terbukanya lapangan kerja.
Menurut Anggoro, isu kandungan timah ilegal di Indonesia telah berkembang sejak 2013. Terdapat merek-merek ponsel dunia yang diberitakan menggunakan kandungan timah ilegal tersebut.
Sebuah koran Inggris menyebar isu ini dengan menulis adanya sebuah lembaga nirlaba yang melancarkan campaign tuduhan penggunaan timah ilegal Bangka. Hal itu dilakukan dengan cara menggunduli hutan, memberikan upah rendah kepada buruh, dan mencemari lingkungan.
“Isu-isu semacam ini sebenarnya banyak terjadi di Barat,” ujar Anggoro di Jakarta, Senin (6/3).
Anggoro menuturkan, rantai pasok timah Bangka tersebut kemudian diekspor ke perantara-perantara yang menjadi penyuplai pembuat komponen untuk perusahaan elektronik, termasuk diberitakan dua merek ponsel dunia.
Anggoro pun memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk segera menangani isu tersebut. Pasalnya, isu tersebut dapat meningkatkan risiko investasi dan keyakinan terhadap kepastian tata pemerintahan di Indonesia.
“Turunkan tim. Bantah jika memang tidak terbukti atau umumkan sanksi bila memang ada,” ucapnya.
Selain itu, ia juga menyarankan perlunya penyelidikan terkait tuduhan tersebut. Apakah memang isu tersebut ada atau hanya sekadar alasan untuk menunda investasi saja.
Lebih lanjut, Anggoro menyebut, skor kemudahan berbisnis di Indonesia (Ease of Doing Business) dari Bank Dunia terus meningkat sejak sebelum pandemi. Namun, setelahnya stagnan dan berada di level 73 dunia hingga kini.
Ranking Indonesia sempat membaik sejak Presiden Joko Widodo menjabat. Tercatat, pada 2013 Indonesia berada di level 120, kemudian meningkat di level 73 sejak 2020 hingga kini.
“Hal itu berarti Indonesia telah membaik sebanyak 47 peringkat dalam enam tahun,” ucapnya.
Adapun pihak yang menurutnya paling terdampak oleh isu lingkungan, hukum, dan upah tersebut adalah aspek perlindungan kepada pemegang saham yang selama ini nilainya bertengger di 37. Angka tersebut terbilang cukup rendah, sehingga akan mengurangi minat investasi. Pasalnya, pembatalan investasi Apple di Indonesia telah disorot global.
Jika ketidakpercayaan global terhadap Indonesia meningkat, maka investor akan meminta premi risiko yang lebih besar. Hal tersebut untuk menanamkan setiap USD 1 hanya demi imbal hasil yang sama.
Kebanyakan dari mereka pun akan lebih memilih ke pasar uang atau FDI (Foreign Direct Investment) ke negara lain. “Jangan runtuhkan prestasi enam tahun ini hanya gara-gara Apple,” ucap Anggoro.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto mengungkapkan bahwa pembatalan pembangunan pabrik Apple di Indonesia karena persoalan traceability atau ketelusuran bahan baku dari produk timah di Indonesia.
“Perusahaan-perusahaan besar ketika ingin melakukan investasi akan melakukan cek secara mendalam mengenai bahan baku produknya,” ujarnya.
Apple, misalnya, ingin memastikan traceability timah di RI, mulai dari perizinan, praktik pertambangannya, hingga prinsip bisnis berkelanjutan atau environmental, social and governance (ESG). Ia menduga ada kemungkinan ketika perusahaan asing ini melakukan traceability, muncul dugaan timah-timah ini berasal dari praktik pertambangan yang tidak tepat.
Namun, pernyataan itu ditepis oleh Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Poerwoko. “Semua izin usaha pertambangan (IUP) timah itu sudah operasi produksi,” ucapnya.
Artinya, seluruh prosesnya bisa dipertanggungjawabkan, mulai dari asal, izin, sampai nomor seri. Bahkan, perseroan telah mengundang kelompok funding buyer mineral yang tergabung dalam Responsible Mineral Inititative (RMI) untuk menyoroti soal asal-usul timah yang diproduksi PT Timah Tbk.
“RMI juga sudah approve dan percaya bijih timah yang diproduksi PT Timah Tbk bisa dipertanggungjawabkan asal-usulnya,” kata Poerwoko.