HARAPAN pencinta bola Indonesia untuk tampil di event World Cup, insya Allah terpenuhi. Meski bukan Piala Dunia tim senior, Piala Dunia U-20 (pemain-pemainnya di bawah usia 20 tahun) cukup menjadi hiburan.

Apalagi, event FIFA itu digelar di enam kota di Indonesia. Yakni, Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Palembang, dan Bali. Berlangsung mulai 20 Mei sampai 11 Juni 2023 atau kurang dari dua bulan lagi. Sebagai tuan rumah, sudah selayaknya kota-kota tersebut mempersiapkan diri dengan baik, bahkan harus diupayakan sempurna.

Sebagai salah satu tuan rumah, Pemkot Surabaya sudah berbenah. Utamanya, venue pertandingan, Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) dan akses jalan menuju stadion di Desa Benowo tersebut. GBT mudah dijangkau lewat tol maupun dari jalur lingkar barat. Prasarana lain juga dipersiapkan semisal jaringan komunikasi, pasokan tenaga listrik, dan pintu darurat untuk jalur evakuasi.

Utusan FIFA yang beberapa kali menginspeksi GBT memberikan sinyal positif bahwa GBT layak untuk gelaran internasional. Ketika utusan FIFA berkunjung pada akhir 2022, aroma dari TPA Benowo sudah bukan keluhan lagi. Sebelumnya, pelatih timnas Vietnam Dinh The Nam mengeluhkan aroma sampah tersebut ketika mendampingi anak asuhnya, timnas Vietnam U-20, dalam kualifikasi Piala Asia menghadapi Hongkong pada 14 September 2022.

Meski GBT sudah dinilai layak pakai, FIFA masih perlu menunggu sampai semua fasilitas stadion itu terpenuhi. Rencananya, FIFA membuka kantor di Surabaya menjelang pergelaran nanti sekaligus bertindak sebagai ’’konsultan’’ bagi pemkot dalam mempersiapkan stadion dan urusan pergelaran lainnya.

Ditunjuk sebagai tuan rumah event internasional merupakan kebanggaan bagi pemkot dan warga Surabaya. Sudah selayaknya warga menyambut gawe besar itu dengan bertindak positif dan produktif. Hanya, sampai saat ini belum banyak sosialisasi dari asosiasi –dalam hal ini FIFA/PSSI– atau Pemkot Surabaya untuk men-’’demam’’-kan event tersebut di Surabaya.

Sekadar ilustrasi, ketika saya meliput Euro 1996 di Inggris, jauh sebelum event digelar, polisi sudah aktif mengoleksi daftar suporter yang ditangkal masuk stadion karena beberapa kesalahan, semisal suka bikin rusuh. Nama-nama suporter tersebut diserahkan kepada pengurus lingkungan, semacam ketua RT, tempat suporter itu tinggal, agar Pak Erte mengawasi anak tersebut selama event berlangsung.

FA –semacam PSSI di Indonesia– juga memasang kain rentang (spanduk) di tiap kota tuan rumah. Isinya kurang lebih begini: Kami mengapresiasi stadion Anda terpilih sebagai tempat pertandingan Euro. Terima Kasih.

Singkat, tapi ucapan itu serasa mampu menumbuhkan hubungan antara ’’panitia penyelenggara’’ dan warga kota tuan rumah.

Di Indonesia mungkin tidak terdapat suporter yang dilarang masuk stadion untuk nonton pertandingan, setidaknya tidak terdaftar. Namun, sosialisasi tetap harus dilakukan. Utamanya, berkaitan dengan sikap warga dalam menghargai tamu asing –sebagai pribadi maupun pemain. Misalnya, jangan sampai hari pertama di Surabaya ada salah satu pemain asing yang kecopetan atau ada anak usil yang merusak atau mengganggu bus pemain saat pertandingan atau ketika sedang jalan-jalan. Saya yakin pemkot maupun pihak-pihak yang berkaitan sudah mengantisipasi itu semua. Insya Allah.

Sosialisasi juga penting bagi warga –utamanya bagi UMKM– yang ingin memanfaatkan momen ini. Lazimnya setiap pergelaran olahraga –sepak bola maupun multievent– selalu ada stan penjual aneka cenderamata di sekeliling stadion atau kios-kios kecil di dalam kota.

Mungkin penyelenggara bisa menggelar semacam lomba kreativitas, menciptakan cenderamata khas kota tuan rumah. Hadiahnya, pemenang diizinkan buka stan (booth) di lobi stadion, misalnya. Alhamdulillah, jika selain kesempatan itu, ada hadiah lain.

Dengan sosialisasi dini, UMKM punya waktu cukup untuk menyiapkan dagangannya. Misalnya, bikin kaus, selendang (slayer), topi, dan lain-lain. Mungkin panitia punya persyaratan khusus bagi pedagang yang berjualan pernak-pernik Piala Dunia U-20, dengan sosialisasi dini, berarti memberikan peluang lebih banyak bagi pedagang untuk bersiap.

Pemkot juga bisa membuat beberapa lokasi pasar dadakan sebagai basis penjualan pernak-pernik World Cup U-20. Pasar itu biasanya diisi gabungan kios pedagang, panggung musik, dan permainan (game). Kafe-kafe yang bertebaran di Surabaya juga bisa bikin game, kuis, yang semuanya berkaitan dengan sepak bola.

Hampir dapat dipastikan pemkot melalui disbudparpora (dinas kebudayaan, pariwisata, pemuda, dan olahraga) sudah punya konsep tentang city dressing tersebut. Yakni, membalut kota sebagai upaya promosi. ’’Kami sudah melakukan pertemuan kecil dengan Inafoc (Indonesia-FIFA World Cup U-20 Organizing Committee) dan LOC (Locus of Control). Ada beberapa diskusi agar promosi itu bisa segera dilaksanakan,’’ kata Wiwiek Widayati, kepala Disbudparpora Surabaya. ’’Ada beberapa konsep butuh approval dari FIFA yang kami ajukan melalui Inafoc dan LOC,’’ tambahnya sebagaimana dikutip Berita Lima. Ayo Rek, meriahkan Piala Dunia U-20 di Surabaya.*

*) Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos 2007–2008

By admin