Seni abstrak memiliki pengalaman estetis tersendiri. Namun, tidak banyak pelukis yang memiliki kecenderungan seni abstrak geometri dalam karya-karyanya. Perupa Gogor Purwoko sukses menempatkan diri sebagai salah seorang perupa yang terinspirasi pada komposisi garis, bentuk, dan warna tersebut.
—
SEBANYAK 20 karya Gogor memikat para pengunjung dalam pameran Tanda pada Lipatan yang dibuka Rabu (1/3) di Galeri Nasional Indonesia. Pameran itu sendiri berlangsung mulai Rabu (1/3) sampai 14 Maret mendatang.
Kurator Citra Smara Dewi menyebutkan, penyebutan lipatan secara umum adalah aktivitas melipat untuk menjadi rangkap. Makna lainnya adalah melipat masa lalu atau peristiwa agar tidak terulang. Dua makna tersebut menjadi penekanan Gogor dalam berkarya.
’’Terlihat pada karya seni abstrak yang dihasilkan (Gogor) dengan cara melipat kanvas. Sehingga menghasilkan efek-efek yang tak terduga,’’ kata Citra dalam pembukaan pameran tersebut.
Citra melanjutkan, teknik abstrak geometri ala pelukis Indonesia tidak banyak muncul. Teknik itu sebelumnya dikenal lewat Handrio (1926–2010) dan Nunung W.S. (1984). Karya abstrak geometri Gogor muncul berdasar teori-teori, ditambah pada pelajaran spiritual dan hubungan intim antara musik dan warna. Proses itu didapat Citra setelah mengenal sosok Gogor selama kurang lebih delapan tahun.
’’Gogor lahir di lingkungan budaya Jawa kental, lingkungan masa kecil yang dekat dengan wayang juga muncul saat Gogor membuat karya,’’ jelas Citra. Termasuk juga pengalaman rohani seperti alat musik trompet juga diekspresikan Gogor dalam lukisan.
Kemudian, latar belakang teknik sipil juga memengaruhi karya Gogor. Terbiasa merencanakan sebuah karya secara sistematis dan matang, Gogor mampu menunjukkan gagasannya, ditambah dengan kreativitas.
Gogor sendiri menciptakan semua proses kreatif tanpa kerja artisan. Terlihat dari karya dalam kanvasnya yang bukan sekadar persegi, bujur sangkar, maupun lingkaran, melainkan juga bentuk organik seperti berongga dan kejutan-kejutan bentuk.
Lebih lanjut, pameran abstrak geometri banyak muncul pada seniman-seniman barat. Di Indonesia, kata Citra, sejauh ini belum pernah ada pameran lukisan terkait. ’’Nah, bagaimana itu bisa muncul, terutama di Asia, saya kira itu bisa menjadi kajian,’’ terang Citra.
Sementara itu, makna melipat masa lalu merujuk pada pengalaman pribadi Gogor. Saat varian Delta Covid-19 merebak, Gogor pun sempat terpapar. Gogor kesulitan bernapas, hanya bisa menghirup udara pendek-pendek. Penderitaan itu dilukiskan Gogor dalam dua karya yang berjudul Breath dan Still.
’’Saya bersyukur bisa terlepas dari pandemi tersebut,’’ ujar Gogor. Pengalaman dengan Covid-19 itu terasa membekas. Setiap bangun tidur, Gogor serasa masih mengalami realitas tersebut. ’’Itu yang coba saya ekspresikan melalui bentuk-bentuk abstrak dalam lukisan saya,’’ jelas seniman asal Lumajang tersebut.
Pria yang juga anggota Perupa Jakarta (Peruja) itu menyatakan, karya yang dibuat bukan sekadar ekspresi estetis, melainkan juga pengembangan rasa terkait realitas kehidupan. Tema Tanda pada Lipatan merupakan bentuk penyampaian bahwa saat ini kita sudah luput dari lipatan pandemi dan melanjutkan kehidupan. ’’Konsep lipatan juga merupakan kejutan apa yang terjadi setelah pandemi,’’ lanjut Gogor.