JawaPos.com – Komisi Yudisial (KY) memastikan akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang memerintahkan penuntaan tahapan Pemilu 2024. KY akan melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku hakim dalam menangani gugatan perdata, yang diajukan Partai Prima terkait hasil verifikasi administrasi peserta pemilu.
“KY akan melakukan pendalaman terhadap putusan itu, terutama untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi. Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi,” kata Juru Bicara Komisi Yudisial RI, Miko Ginting dalam keterangannya, Jumat (3/3).
“Apabila ada dugaan yang kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan,” sambungnya.
Miko tak memungkiri, putusan tersebut pada menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat. Menurutnya, putusan pengadilan tidak bekerja di ruang hampa, karena ada aspirasi yang hidup di masyarakat secara sosiologis, ada aspek yuridis di mana kepatuhan terhadap UUD 1945 dan undang-undang sangatlah penting, serta pertimbangan-pertimbangan lain, seperti nilai-nilai demokrasi.
“Kesemua itu menjadi bagian dari yang mesti digali oleh hakim dalam membuat putusan,” papar Miko.
Namun, terkait dengan substansi putusan, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan ini adalah melalui upaya hukum. Sebab, KY hanya berfokus pada aspek dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
“KY juga akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung terkait dengan putusan ini, serta aspek perilaku hakim yang terkait,” tegas Miko.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), terkait gugatan perdata atas hasil verifikasi administrasi partai politik untuk Pemilu 2024. PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda proses tahapan Pemilu 2024.
“Menerima gugatan penggugat (Partai Prima) untuk seluruhnya. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat (KPU RI),” demikian bunyi putusan PN Jakpus, Rabu (2/3).
Putusan ini dibacakan pada Rabu (2/3), oleh Ketua Majelis Hakim T. Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata.
PN Jakpus meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk tidak melanjutkan proses tahapan Pemilu 2024. Sehingga, KPU diminta untuk melakukan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” pinta Hakim PN Jakpus.
Selain menunda proses tahapan Pemilu, PN Jakpus juga meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk melakukan ganti rugi sebesar Rp 500 juta kepada pihak penggugat, dalam hal ini Partai Prima.
“Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta kepada penggugat,” demikian putusan PN Jakpus.