JawaPos.com – Tunggal putri menjadi sektor yang dianggap paling lemah di Pelatnas PBSI Cipayung. Untuk itu, sosok Indra Widjaja diharapkan bisa mengangkat sektor tersebut menjadi lebih baik.
Berikut petikan wawancara dengan Indra Widjaja bersama awak media pada hari pertamanya berada di Pelatnas PBSI Cipayung, Rabu (1/3).
Bagaimana kesan kali pertama kembali ke pelatnas?
Pertama saya kembali ke PBSI setelah sekian tahun di luar. Ini rumah saya yang dulu pernah saya tinggalin lama sekali. Memori banyak sekali di sini. Sekarang saya kembali, perannya beda sebagai pelatih. Terima kasih PBSI memercayai saya untuk jadi pelatih.
Bagaimana cerita akhirnya gabung ke PBSI?
Kalau saya rasa kita sama-sama tahu. Di dunia badminton kan ya kita ketemu. Cuma kemarin setelah saya berpisah dengan Lee Zii Jia, tawaran itu datang dari beberapa, PBSI dan beberapa yang lain juga.
Tapi, setelah saya selesai di sana, saya hubungi lagi PBSI dan akhirnya ada kesepakatan saya gabung di sini.
Kapan tepatnya?
Hari ini (1/3). Kemarin (28/2) saya hubungi PBSI, saya bilang siap. Karena pembicaraan sudah ada, penawaran sudah ada sebelumnya. Jadi, kemarin saya putuskan oke hari ini saya masuk.
Kenapa akhirnya bersedia?
Saya rasa ini tantangan dan pilihan saya sudah saya pertimbangkan segala aspeknya. Bagi saya, bisa bergabung di PBSI ini suatu kehormatan.
Minimal apa yang saya punya bisa ada sumbangsih untuk negara saya sendiri. Selama ini 10 tahun saya mengabdi untuk Korea, untuk Malaysia, dan terakhir profesional Malaysia Lee Zii Jia.
Apa yang saya miliki saya berikan untuk atlet-atlet di luar sana. Saya harap apa yang saya punya bisa bermanfaat untuk atlet negara kita sendiri.
Oh iya, berapa durasi kontrak dengan PBSI?
Pembicaraan itu saya rasa pembicaraan saya dan PBSI. Tugas saya di sini yang penting saya mencoba berbuat maksimal apa yang saya bisa untuk membantu tunggal putri.
Apa first impression di pelatnas?
Kita sebetulnya sudah sama-sama kenal. Jadi, nggak begitu canggung, apalagi sama pelatih. Saya ini stok lama yang balik lagi. Anak-anak yang junior mungkin belum banyak yang kenal.
Tapi, teman-teman sekuriti lebih banyak yang saya kenal. Saya rasa tadi blend cukup bagus. Hanya yang junior belum kenal saya. Saya juga belum banyak ketemu.
Tunggal putri dianggap sektor yang paling kurang. Jadi tantangan?
Seperti yang kita tahu, di Indonesia tunggal putri masih di belakang sektor lainnya. Tantangan berat bagi saya itu yes. Dengan tantangan ini, kita akan buktikan.
Saya berusaha untuk menaikkan level tunggal putri. Tantangan ini hanya bisa dijawab dengan berjalannya waktu. Kita akan usahakan dan jawab itu semua.
Target terdekat apa?
Masalah target dan planning, saya belum bisa ngomong sekarang. Sebab, baru hari ini (1 Maret) dan belum tahu betul gambarannya di dalam seperti apa. Planning yang sudah berjalan nggak bisa saya cut begitu saja, semuanya harus berjalan dulu.
Nanti sudah ada yang berangkat ke All England. Dari itu saya butuh waktu dan perlu adaptasi juga, mengenal anak-anak lebih jauh. Adaptasi dengan kolega pelatih, dengan Rionny (Mainaky), coach Herli (Djaenudin).
Sudah tahu apa saja yang harus dibenahi?
Belum. Saya hanya sedikit saja, enggak sesimpel itu, saya perlu waktu. Ada tujuh orang tunggal putri. Pastinya kita tahu tiap orang punya karakter kelebihan dan kekurangan. Ini yang saya perlu lebih dekat dengan mereka.
Anda lebih sering di tunggal putra, bagaimana nanti di tunggal putri?
Tunggal putri, saya rasa, saya harus lebih mengenal. Karena saya sudah jadi bapak, sudah jadi suami. Saya harus lebih mendalami mereka.
Lebih kenal. Saya maunya sih kita lebih blend, coach pelatih dan pemain. Kalau kami lebih membaur, saya rasa akan lebih baik.
Perubahan apa yang akan dibawa?
Saya belum punya gambaran. Meskipun saya tahu yang sering ketemu Gregoria dan Putri K.W. Sebatas tahu dan kenal. Tapi, sama sekali nggak ada koneksi. Jadi, sekarang ini saya belum bisa kasih gambaran apa-apa.
Tapi, yang pasti kita berusaha untuk lebih cepat adaptasi. Bagi saya dan mereka, perlu lebih cepat. Sama-sama bisa mengenal lebih dekat dan lebih cepat.
Di tunggal putri ini, katanya butuh pelatih tegas. Anda setuju?
Setuju. Dalam arti perempuan boleh sebagai tunggal putri. Boleh cantik. Boleh girly. Tapi, itu di luar. Masuk di lapangan sudah harus jadi orang yang berbeda.
Jadi, saya setuju sekali. Kalau mau yang lembek-lembek, saya rasa tempatnya bukan di sini. Kita tegas, kita disiplin, tapi tidak berarti kita kasar.
Mungkin Anda akan galak?
Enggak lah. Hahaha.
Jadi, bagaimana konsep tegasnya?
Itu semuanya harus dikelola. Dalam badminton, nggak bisa mood-mood-an. Mau bagus, bagus. Mau jelek, jelek. Ini bisa repot. Saya rasa atlet apa pun juga kalau mood-mood-an repot.
Nanti sudah dampingi di All England?
Kayaknya belum. Karena untuk visa segala macam, saya nggak siap. Saya juga belum bicara banyak dengan Rionny (Mainaky). Ini first day. Planning untuk turnamen, biarkan mereka jalan seperti ini dulu. Mungkin setelah tur Eropa.