JawaPos.com – Selain menjadi polemik, kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita (waktu Indonesia bagian tengah) tidak mudah dijalankan. Hingga hari ketiga masa uji coba kebijakan dari Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat itu, tingkat kehadiran tepat waktu masih rendah.

Dilansir dari Timor Express (Timex), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi menyebutkan, laporan kehadiran siswa belum 100 persen.

Kalaupun hadir semua, ketepatan waktunya belum sesuai yang diinstruksikan, yakni pukul 05.30 Wita.

Kepala SMAN 2 Kupang Daryana Frissina Mage yang dihubungi Timex mengakui kondisi tersebut. Persentase kehadiran siswa kelas XII pada pukul 05.30 Wita hanya sekitar 25 persen dari 12 rombongan belajar yang ada.

Meski begitu, Daryana menegaskan bahwa sekolah hanya sebagai eksekutor atau pelaksana atas kebijakan dan keputusan pimpinan. ”Kami bekerja dalam hierarki birokrasi yang harus dipahami,” ujar dia.

Sementara itu, Jian, siswa kelas XII SMKN 2 Kupang, merasa berat dengan kebijakan masuk sekolah pukul 05.30. Dia mengaku terkendala transportasi lantaran tidak ada kendaraan umum pada jam itu. ”Berat karena tidak ada kendaraan yang lewat,” ucapnya.

Pada akhirnya Jian harus memberanikan diri mengendarai kendaraan pribadi agar bisa pergi ke sekolah. Namun, sesampai di sekolah, menurut Jian, proses pembelajaran tidak efektif lantaran harus merasakan kantuk.

Ditambah lagi, tidak semua guru datang tepat pukul 05.30. ”Hanya beberapa yang datang pagi. Siswa juga ada yang tidak (belum) datang jam begitu, rumahnya jauh-jauh semua,” ungkap dia. Jian berharap jam mulai sekolah bisa dikembalikan seperti biasanya.

Sebagaimana diberitakan, ada sepuluh sekolah yang diwajibkan menjalankan instruksi gubernur tersebut: SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 6, SMKN 1, SMKN 2, SMKN 3, SMKN 4, dan SMKN 5. Para siswa akan mulai masuk sekolah pukul 05.30 Wita dan pulang pada pukul 12.00 Wita. Uji coba tersebut berlangsung satu bulan, terhitung dari 27 Februari hingga 27 Maret mendatang.

Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi kemarin (1/3), Komisi V DPRD NTT menolak kebijakan sekolah mulai pukul 05.30. Menurut Ketua Komisi V DPRD NTT Yunus Takandewa, kebijakan tersebut tidak memiliki payung hukum yang jelas dan justru malah memantik kegaduhan.

Yunus menegaskan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT harus mengkaji ulang. Pasalnya, kebijakan itu sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan siswa, guru, dan orang tua. ”Mengganggu keamanan siswa dan guru. Kalau ada hal merugikan, siapa yang mau tanggung jawab?” ucapnya sebagaimana dilansir Timex.

Dewan, lanjut Yunus, telah berjuang sehingga 50 persen APBD NTT 2023 ada pada bidang pendidikan. Itu menunjukkan bahwa DPRD sangat mendukung kemajuan pendidikan di NTT. Namun, Yunus mengharapkan dukungan tersebut sejalan dengan strategi peningkatan mutu yang bisa diterima dan diikuti dengan regulasi yang mengatur secara teknis dan melalui kajian yang matang.

Yunus meminta kebijakan tersebut ditunda hingga Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT mampu melakukan riset dan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. ”Hal ini agar bisa meyakinkan bahwa kebijakan jam masuk sekolah tersebut bisa dipercaya masyarakat,” tuturnya.

Menanggapi suara dari dewan, Linus Lusi menyatakan tetap akan menjalankan kebijakan tersebut. Dia meminta dewan memberi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT ruang untuk mengeksekusi kebijakan itu. ”Kami pemprov minta dukungan,” kata dia.

By admin