JawaPos.com – Peraturan Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 2022. Perppu Ciptaker bertujuan untuk mendorong konsumsi rumah tangga, investasi domestik, hingga penciptaan lapangan kerja.
Hingga saat ini, penetapan perppu cipta kerja menjadi undang-undang masih menuai pro dan kontra. Banyak dari kalangan masyarakat yang melakukan unjuk rasa untuk menuntut penepatan perpu cipta kerja dicabut.
Dosen Pascasarjana Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing menyebut, unjuk rasa atau demonstrasi terhadap UU Cipta kerja sangat diperlukan. Menurutnya, meski banyak yang melakukan demo menolak UU Cipta Kerja, tapi perlu juga untuk demo mendukung UU Cipta kerja.
“Bukan hanya demo menolak UU Ciptaker selalu muncul, tetapi demo memberi dukungan UU Ciptaker juga perlu. Sebagai hak yang dijamin oleh UU,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com.
Selain itu, penetapan UU Cipta Kerja lebih banyak memberikan manfaat kepada masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. “isi UU Ciptaker berorientasi pada kesejahteran rakyat Indonesia secara umum,” ujarnya.
Penetapan UU Cipta kerja seharusnya dapat memberikan banyak lapangan pekerjaan, sebab implementasi dari UU Cipta Kerja bisa berdampak Indonesia mengalami kekurangan tenaga perkerja di semua bidang dan tingkatan bisnis/usaha.
Hal ini menurut Dr. Emrus dikarenakan ada banyaknya yang pada awalnya adalah para pekerja yang pada akhirnya beralih menjadi pemilik usaha. Mereka lantas gantian yang memberikan lapangan pekerjaan.
“Salah satunya, karena ada migrasi WNI dari pelamar atau pekerja menjadi penerima pekerja atau pemilik usaha atau entrepreneur,” katanya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, aksi unjuk rasa penolakan perpu Cipta Kerja untuk ditetapkan menjadi UU merupakan bagian dari kerangka dalam menyusun UU Cipta Kerja. Untuk itu, UU Cipta kerja berlandaskan atas partisipasi masyarakat Indonesia.
“Arus komunikasi politik dari input politik (dukungan dan penolakan) hingga melahirkan output politik dalam bentuk UU Ciptaker berjalan sesui dengan peta kognisi masing-masing sebagai perwujudan kepentingan politik para partisipan komunikasi politik di ruang publik,” tandasnya.