JawaPos.com – Obesitas menjadi salah satu penyebab meningkatnya faktor risiko penyakit tidak menular pada seseorang. Dengan begitu, dibutuhkan upaya promotif preventif untuk mencegah terjadinya obesitas. Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti dalam kegiatan webinar yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Rabu (01/03).
“Salah satu penyebab terjadinya obesitas adalah tingkat konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang kian meningkat. Idealnya, batasan aman konsumsi gula untuk orang dewasa maksimal 25-36 gram per hari, anak dalam masa MPASI sebesar 5% dari total kalori harian, dan anak yang lebih besar yaitu 25 gram per hari. Namun, sebagian besar MBDK yang beredar di pasaran untuk anak-anak memiliki kandungan gula lebih dari 25 gram,” ungkap Ghufron.
Ghufron menyebut, konsumsi MBDK yang berlebihan dapat menimbulkan risiko jangka pendek yang mengganggu metabolism tubuh yang bisa menyebabkan cepat mengantuk. Selain itu, konsumsi MBDK yang berlebihan juga mengakibatkan gangguan pada pencernaan, penyakit jantung, terjadi gangguan terhadap pembuluh darah otak, diabetes, alzheimer, demensia hingga berisiko terkena penyakit kanker.
“Menurut survei yang dilakukan Riskesdas 2018, 61,27% penduduk Indonesia usia tiga tahun ke atas mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali per hari. Hal ini berpotensi meningkatkan risiko obesitas pada usia dini. Untuk itu, perlu upaya membangun kesadaran masyarakat melalui promotif preventif tentang bahaya konsumsi MBDK dengan melakukan promosi kesehatan hingga skrining riwayat kesehatan,” tambah Ghufron.
Ia menambahkan, upaya promosi kesehatan dapat dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) melalui sosialisasi pola hidup sehat, hingga pemasangan informasi melalui banner hingga pembuatan konten di media sosial. Kemudian, sinergi dengan para pemangku kepentingan juga dianggap mampu menciptakan masyarakat yang sehat melalui olahraga bersama.
“BPJS Kesehatan juga memudahkan peserta dalam melakukan skrining riwayat kesehatan melalui berbagai kanal. Skrining ini pun hanya dilakukan minimal sekali setiap tahun dan dapat diikuti oleh seluruh peserta JKN khususnya yang berusia ≥ 15 tahun. Nanti setiap tahun, peserta dapat melakukan skrining ulang sehingga kondisi kesehatan peserta dapat terus kami pantau,” tambah Ghufron.
Ghufron mengungkapkan, tindak lanjut dari hasil skrining kesehatan oleh FKTP sangat penting dilakukan untuk mencegah keberlanjutan dari penyakit yang terdeteksi dan menjamin kualitas hidup peserta JKN. Untuk itu, dirinya berharap dukungan dan sinergi seluruh pemangku kepentingan dalam melakukan pencegahan dan penanganan obesitas di Indonesia termasuk membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya konsumsi MBDK secara berlebihan.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Repubklik Indonesia, Eva Susanti mengatakan penyakit obesitas dapat memberikan risiko terhadap timbulnya penyakit jantung diabetes dan penyakit ginjal. Namun ia menyebut, pihaknya telah menyusun strategi dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit obesitas di Indonesia yang termasuk ke dalam Gerakan Lawan Obesitas (GENTAS).
Sesuai dengan Permenkes No. 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan PTM, strategi yang dilakukan dengan melakukan promosi kesehatan yang dibuktikan dengan menyediakan sarana olahraga, penerapan pola hidup sehat, deteksi dini dan proses tindak lanjut sedini mungkin. Kemudian, bagi masyarakat yang sudah mengidap obesitas, dapat dilakukan dengan terapi obesitas berupa diet, melakukan aktifitas fisik, mengubah pola perilaku hingga pendekatan medis.
Selain itu, Analis Kebijakan Pertama Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Febri Ardian Pangestu mengatakan salah satu upaya untuk mengendalikan penyakit obesitas di Indonesia yaitu dengan pengendalian konsumsi MDBK dengan penetapan cukai terhadap produk yang diperjualbelikan. Ia menjelaskan, tujuan pengenaan cukai minuman pemanis dalam kemasan adalah ingin menitikfokuskan terhadap konsumen dan produsen.
“Pengenaan cukai berfungsi untuk mengharmoniskan harga jual beli barang dengan harga risiko dan harga jual barang. Pengenaan cukai ini juga diharapkan bisa menekankan bagi produsen untuk berupaya memformulasikan produknya dan bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan. Kemudian, bagi konsumen diharapkan bisa menyadarkan agar dapat memilih makanan dan minuman yang tidak berpotensi menimbulkan penyakit,” kata Febry.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mengatakan PTM saat ini menjadi beban biaya terbesar bagi BPJS Kesehatan. Ia berpendapat bahwa tingginya angka konsumsi MBDK juga sudah menjadi persoalan yang perlu penanganan khusus, karena konsumsi MBDK menjadi salah satu penyebab utama dari PTM, salah satunya obesitas.
Tulus menilai, pengenaan cukai terhadap MBDK menjadi salah satu solusi untuk melindungi dan mengendalikan tingkat konsumsi masyarakat. Untuk itu, upaya pemerintah dalam melakukan percepatan penetapan cukai pada MBDK harus dilakukan, sehingga harapannya pengendalian konsumsi MBDK akan meningkatkan konsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).