JawaPos.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan keputusan baru. Yakni, syarat bagi mantan terpidana yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Semula, mantan terpidana yang mau maju pemilihan DPD hanya diwajibkan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya pernah dipenjara.
Kini MK menambahkan dua syarat tambahan. Yakni, mantan terpidana yang maju jadi calon DPD harus menunggu masa jeda lima tahun sejak bebas dari penjara. Kedua, tidak pernah melakukan tindak pidana secara berulang. Keputusan MK itu tertuang dalam putusan nomor 12/PUU-XIX/2023 yang dibacakan kemarin (28/2).
Sebelumnya, gugatan terhadap Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Hakim MK Saldi Isra mengatakan, norma baru tersebut menjadi jalan tengah. Di satu sisi, MK berupaya menghadirkan proses pemilu yang berintegritas dengan meminimalkan orang-orang bermasalah menjadi pejabat negara. Di sisi lain, hak warga negara untuk maju dalam kontestasi tetap dijaga.
”Pada saat yang sama, tidak menghilangkan hak politik warga negara yang pernah menjadi terpidana untuk tetap turut berpartisipasi di dalam pemerintahan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Saldi, perlu ada penyelarasan syarat DPD dengan kepala daerah dan DPR/DPRD. Sebelumnya, MK sudah menerapkan syarat tersebut untuk calon kepala daerah dan DPR/DPRD dalam putusan terdahulu. Dia menyebut jika dibedakan, akan terjadi disharmoni norma pada subjek yang relatif sama. Yakni, sama-sama dipilih dalam pemilu.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, putusan tersebut membuat posisi DPD setara dengan DPR/DPRD. MK juga menunjukkan sikap yang konsisten. Putusan itu akan ditindaklanjuti KPU dalam menyusun peraturan KPU tentang pencalonan.
Sementara itu, kemarin MK juga memutus gugatan Pasal 603 dan 604 KUHP, yang mengatur ancaman hukuman minimal bagi koruptor selama dua tahun. Gugatan diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
MK menilai gugatan tersebut prematur. Sebab, KUHP baru berlaku tiga tahun mendatang. Karena itu, pasal yang digugat belum menimbulkan kerugian konstitusional kepada pemohon. MK pun menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. ”Seandainya pun para pemohon memiliki kedudukan hukum, pokok permohonan para pemohon adalah prematur,” kata Ketua MK Anwar Usman.