JawaPos.com–Susilo Wonowidjojo melalui kuasa hukumnya akhirnya memenuhi panggilan sidang gugatan perdata Bank OCBC NISP terhadap PT Hair Star Indonesia (HSI) terkait kredit macet senilai Rp 232 miliar di Pengadilan Negeri Sidoarjo Jawa Timur, Rabu (1/3). Salah satu orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes itu, merupakan pemegang saham pengendali melalui PT Hari Mahardika Utama (HMU) sebelum PT HSI dipailitkan pada September 2021.
Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan, Susilo sebagai tergugat I harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami kliennya. Sebab, adanya pengalihan saham PT HMU kepada Hadi Kristanto Niti Santoso/tergugat 4 tanpa adanya persetujuan Bank OCBC NISP.
Keberadaan Susilo sebagai pemilik HMU yang juga mengendalikan HSI merupakan salah satu pertimbangan bank ketika memberikan kredit pada 2016 dan terus melakukan perpanjangan sampai 2021.
”Dalam perjanjian kredit juga tegas disebutkan, setiap perubahan yang terjadi pada debitur (HSI), termasuk kepemilikan saham, harus mendapatkan persetujuan kreditur. Tapi semua kesepakatan itu dilanggar. HMU melepas sahamnya di HSI hanya sebulan sebelum PKPU,” kata Hasbi di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (1/3).
Bank OCBC NISP minta majelis hakim mencermati transaksi penjualan saham HMU di HSI kepada Hadi Kristanto Niti Santoso. Selain pihak terafiliasi, penjualan saham yang dilakukan sesaat sebelum gugatan PKPU di Pengadilan Negeri Surabaya oleh CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya yang akhirnya berujung pailit terhadap HSI, sangat menguntungkan HMU. Pasalnya sebagai pemegang saham pengendali, HMU yang 99,9 persen sahamnya dimiliki Susilo Wonowidjojo itu berupaya lari dari masalah yang menimpa HSI.
”Sangat tidak masuk akal ketika kami baru saja memperpanjang kredit Rp 232 miliar, tiba-tiba dua kreditur dengan tagihan hanya sekitar Rp 4 miliar bisa memailitkan perusahaan dengan total kredit ke banyak bank lebih dari Rp 1 triliun. Ini adalah preseden buruk dan sangat menjatuhkan kepercayaan bank kepada personal seperti Susilo,” tegas Hasbi.
Apalagi diketahui pada Juni 2021, HSI kembali mengajukan permohonan pencairan kredit ke OCBC NISP sekitar USD 233.000, tanpa memberitahukan adanya perubahan pemegang saham dan sudah adanya permohonan PKPU pada Juni 2021.
”Ini adanya unsur itikad tidak baik dan tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dan pengawasan HSI oleh para Direktur dan Komisaris HSI,” tambah Hasbi.
Dalam gugatan perdatanya, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim untuk menghukum para tergugat dengan harta kekayaan pribadinya karena tidak membayar utang yang menyebabkan kredit macet berupa kerugian materiil sebesar ± Rp 232 miliar dan immateriil senilai Rp 1 triliun. Adapun pihak-pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP adalah Susilo Wonowidjojo, PT HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja, dan Sundoro Niti Santoso serta PT HSI. Adapun total terdapat 11 tergugat dan 2 turut tergugat.
Hasbi menjelaskan, para tergugat tersebut saling memiliki hubungan afiliasi. Sebagai pemilik 99,9 persen saham PT HMU dan pemegang saham pengendali, Susilo Wonowidjojo merupakan suami Meylinda Setyo, Komisaris Utama PT HSI sampai Desember 2016. Sementara Lianawati Setyo yang merupakan adik Meylinda, sebelum perubahan pemegang saham menjabat Wakil Direktur Utama PT HSI. Hubungan PT HMU dan PT HSI makin dekat lantaran Daniel Wijaya yang saat ini masih sebagai direktur utama PT HMU juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT HSI sampai dengan Mei 2021.
Kasus kredit macet PT HSI, perusahaan rambut palsu yang sahamnya pernah dimiliki Konglomerat Susilo Wonowidjojo melalui PT Hari Mahardika Utama (PT HMU) ternyata melibatkan banyak bank nasional. Berdasar salinan putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 September 2021, tercatat ada 7 bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata.
Dalam putusan yang ditandatangani Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Khusaini disebutkan, ketujuh bank tersebut merupakan kreditur separatis yang mewakili total 145.550 suara dan bersama-sama menyatakan setuju untuk perpanjangan jangka waktu Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun, terdapat 11 kreditur konkuren yang mewakili 14.560 suara yang menyatakan tidak setuju. Atas dasar itu majelis hakim memutuskan PT HSI pailit.
Sidang gugatan perdata di PN Sidoarjo yang kedua itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Persidangan Moh. Fatkan. Sidang kembali ditunda hingga 15 Maret karena sejumlah pihak tergugat yang masih absen dalam sidang kedua. Pihak yang tidak hadir yaitu PT Surya Multi Flora selaku tergugat III dan Hadi Kristanto Niti Santoso selaku tergugat IV.
Kuasa hukum tergugat Gunadi Wibakso mengatakan, sidang hari ini (1/3), belum memeriksa perkara karena ada beberapa pihak yang belum hadir. Sehingga, majelis hakim akan memanggil pihak tersebut untuk hadir dalam sidang berikutnya.
”Acara sidang hari ini (1/3), hanya memverifikasi surat kuasa yang dilampirkan sebelum pemeriksaan perdata,” ujar Gunadi Wibakso.