JawaPos.com – Minat masyarakat berinvestasi saham di pasar modal terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Merespons itu, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menghadirkan diskusi berjudul “Stock Market Outlook in 2023” sebagai bagian dari rangkaian acara BCA Expoversary yang diadakan untuk merayakan HUT BCA ke-66.

Dalam satu sesi diskusi, Andre Benas, Head of Research BCA Sekuritas mengungkapkan berkaca pada kondisi ekonomi 2022 yang cukup baik, sektor saham perbankan berkapitalisasi besar dan consumer goods masih tetap menjanjikan tahun ini.

“Tahun lalu, indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat cetak all-time high menembus 7.000. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga cukup bagus, sebesar 5,31 persen, jadi market masih sangat baik. Memasuki 2023, suku bunga dan inflasi masih tinggi. Sekarang kita menunggu suku bunga akan naik sampai batas apa?” ujar Andre.

Untuk sektor consumer goods, Andre menyampaikan beberapa hal yang bisa menjadi katalis, seperti kenaikan UMP, lebaran, hingga momentum pemilu yang akan datang.

Andre menyampaikan optimismenya terkait sektor perbankan, “Untuk big bank sendiri kondisinya masih sangat kondusif. Dengan kenaikan suku bunga ini memberikan kesempatan untuk mereka menaikan margin bunga bersih. Kita bisa lihat bahwa pertumbuhan kredit tidak ada masalah bila dilihat dari ramainya BCA Expoversary [2023] ini, menunjukkan konsumsi masyarakat masih baik. Non-performing loan (NPL) juga masih rendah. Tapi kita harus lihat data juga, tetapi kalau pertumbuhan kredit sampai semester kedua masih di atas 10 persen, saya rasa sektor perbankan akan mencetak profit. Jadi untuk sektor perbankan bisa dibeli ketika sedang ada koreksi.”

Pada bagian lain, Value Investor Rivan Kurniawan mengungkapkan bahwa investor bisa turut mencermati beberapa rasio perbankan, seperti capital adequacy ratio (CAR), NPL, hingga rasio current account savings account (CASA) atau rasio dana murah.

”Melihat tren kenaikan suku bunga, bank-bank dengan rasio CASA yang tinggi akan menikmati marjin yang lebih tinggi, dan tentunya akan berdampak positif pada profitabilitas,” jelas Rivan.

Selain itu, Rivan menilai tahun lalu sebenarnya Perang Rusia-Ukraina memberikan keuntungan untuk sektor komoditas, terlihat dari harga batu bara yang naik cukup tinggi. Untuk tahun 2023, Rivan memprediksi bahwa komoditas lain yang belum mendapatkan momentum sebaik batu bara di tahun lalu, seperti oil & gas, nikel, dan pulp and paper, diperkirakan bisa meraih momentum positif di tahun ini.

Selain sektor yang menjanjikan, para pembicara juga membahas prospek saham teknologi. Setelah sempat menjadi primadona di tahun 2021, saham-saham ”new economy” ini terpantau mengalami tekanan di tahun 2022. “Tetapi, sekarang saham teknologi yang tersisa hanya yang besar-besar saja. Downside risk-nya sudah tidak banyak, walaupun tetap akan volatile. Sekarang perusahaan teknologi harus bisa membuktikan kalau mereka menuju profitabilitas. Apakah harus beli sahamnya sekarang? Ini kembali kepada risk appetite masing-masing investor,” ucap Andre.

Senada dengan Andre, Rivan menambahkan untuk sektor teknologi, value investor seperti dirinya ingin melihat dulu apakah perusahaan teknologi sudah bisa mencatatkan profitabilitas atau jika belum bisa, mereka ingin melihat apakah cash flow perusahaan tersebut bisa positif. Sebagai penutup, Andre mengingatkan investor untuk tidak terlalu khawatir akan kata resesi.

“Sampai kuartal pertama [2023] belum ada resesi, jadi sebaiknya kita tidak perlu terlalu panik atau khawatir,” ujar Andre. Meski demikian, Andre mengingatkan bahwa ketidakpastian global memang masih akan ada di 2023, dan investor perlu terus memantau bagaimana perkembangannya.

Rivan juga membagikan petuah yang selalu ia pegang sebagai seorang investor, “Ketika kita sudah menempatkan dana kita di suatu saham, ketika harganya naik kita mendapatkan keuntungan, ketika turun kita mendapatkan kesempatan. Jadi apapun yang terjadi sebenarnya kita selalu mendapatkan keuntungan.”

By admin