JawaPos.com – Pemilu 2024 dinilai sejumlah kalangan memiliki tingkat kerawanan tertinggi pascareformasi. Sebab, Pemilu 2024 dihelat di tengah tren perkembangan situasi dan kondisi demokrasi yang menurun.
Kekhawatiran itu belakangan menjadi pemantik belasan organisasi sipil mendeklarasikan Komunitas Pemilu Bersih. Mereka berdiri untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 berlangsung luber dan jurdil.
Kaka Suminta, anggota komunitas yang juga menjabat Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), menjelaskan, berdasar pengalamannya memantau sejak 1998, situasi menjelang 2024 paling mengkhawatirkan. ’’Baru kali ini saya punya kekhawatiran paling besar,’’ ujarnya dalam deklarasi di kantor Formappi, Jakarta, kemarin (27/2).
Penurunan kualitas demokrasi di dunia internasional, lanjut dia, terasa hingga Indonesia. Di dalam negeri, Kaka menyebut kemandirian penyelenggara maupun pengawas menjadi satu persoalan. Dalam sejumlah kebijakan, dia menilai penyelenggara tunduk pada kemauan partai politik. Bahkan, dalam tahap verifikasi, sebuah fenomena baru muncul. Yakni, dugaan kecurangan yang dilaporkan jajaran internalnya. ”Ini kali pertama KPU digugat anggota sendiri (KPU daerah, Red),” ungkapnya.
Koordinator Komunitas Pemilu Bersih Jeirry Sumampow menuturkan, pihaknya juga akan mendorong birokrasi bersih. Tujuannya, meminimalkan politisasi birokrasi. Dia menegaskan, birokrasi tidak boleh memihak. Hal lainnya yang ingin dipastikan adalah keterpenuhan hak masyarakat pemilih. Termasuk partisipasi untuk melakukan kontrol bersama.
Sementara itu, di tempat lain, kemarin Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) juga menyelenggarakan webinar bertema Politik dan Netralitas ASN dalam Pemilu 2024. Webinar rutin diadakan guna memberikan sosialisasi terkait dengan asas netralitas ASN serta upaya meningkatkan kewaspadaan atas potensi pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2024.
Asisten Deputi Penguatan Budaya Kerja SDM Aparatur Kemen PAN-RB Damayani Tyastianti mengungkap, dari data KASN tentang survei nasional netralitas ASN pada Pilkada 2020, diketahui bahwa pihak yang paling memengaruhi ASN untuk melanggar netralitas adalah tim sukses paslon sebesar 31,96 persen. Disusul atasan dari ASN itu sendiri sebanyak 27,99 persen.
Setelah itu, pihak pasangan calon pilkada 24,17 persen; parpol pengusung calon 4,74 persen; dan lainnya 11,14 persen. Lainnya ini mencakup diri sendiri, keluarga, lingkungan, media, serta tidak ada atau tidak tahu. Hal itu diharapkan tidak terulang kembali pada pemilu mendatang.
Ketidaknetralan ASN, lanjut dia, bisa berdampak pada diskriminasi layanan, munculnya kesenjangan dalam lingkup ASN, adanya konflik atau benturan kepentingan, hingga ASN tidak profesional.
Damayani menegaskan, pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas ASN.