JawaPos.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review (JR) atau uji materi pasal penghinaan presiden dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Alasan penolakan ini, karena MK menilai KUHP baru yang telah diundangkan tersebut saat ini belum berlaku.
Adapun sejumlah pasal yang digugat itu di antaranya Pasal 218 Ayat (1), Pasal 219, Pasal 240 Ayat (1), dan Pasal 241 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023.
“Amar putusan mengadili menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/2).
Majelis hakim konstittusi mempertimbangkan alasan pihaknya menolak uji materi pasal penghinaan terhadap presiden dalam UU KUHP baru. MK berpendapat, Pasal 218 Ayat (1), Pasal 219, Pasal 240 Ayat (1), dan Pasal 241 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP merupakan ketentuan norma yang belum berlaku.
Sejumlah pasal yang diuji itu juga dinilai belum memiliki ketentuan hukum mengikat. Karena itu, MK menilai gugatan tersebut prematur. Sebab, KUHP baru mulai berlaku tiga tahun setelah resmi diundangkan atau mulai efektif pada 2025 mendatang.
“Seandainya pemohon memiliki kedudukan hukum, pokok permohonan para pemohon adalah prematur, para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” tegas Anwar.
Gugatan uji materi terkait pasal penghinaan presiden ini diajukan oleh dosen Fakultas Hukum Indonesia, Fernando M Manullang; dosen FISIP Universitas Atma Jaya Jogjakarta, Dina Listiorini; konten kreator Eriko Fahri Ginting dan seorang mahasiswa Sultan Fadillah Effendi.
Adapun bunyi pasal 218 yakni, Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Sementara itu, bunyi pasal 219 yakni, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden dan/atau wakil presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Kemudian, Pasal 240 Ayat (1) berbunyi, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Terakhir, Pasal 241 Ayat (1) berbunyi, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.