JawaPos.com – Kemenkeu diminta untuk menolak pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo dari status aparatur sipil negara (ASN) sebelum proses pemeriksaan atas dugaan kekayaan tidak wajar selesai dilakukan. Pasalnya, pengunduran diri tersebut dikhawatirkan menjadi upaya penyelamatan dan menghindari pemeriksaan internal.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, secara administratif, pencopotan Rafael dari jabatan Kabag Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II merupakan langkah awal. Langkah itu selanjutnya harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan internal oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu.
Nah, jika pemeriksaan internal dilakukan, pengunduran diri Rafael sebagai ASN bisa ditolak. Hal itu mengacu Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian PNS. Pasal 5 Ayat (6) bagian C juknis itu menyebutkan salah satu dasar menolak permintaan berhenti sebagai ASN. Yakni, jika ASN tersebut sedang dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran disiplin PNS.
Kurnia berharap Kemenkeu menolak permohonan mundur tersebut sampai nanti ada putusan atau hasil final atas pemeriksaan internal terhadap Rafael. Soal substansi pemeriksaan, Kurnia berharap Kemenkeu menelusuri kekayaan tidak wajar Rafael dan gaya hidup mewah keluarga Rafael. ”Memamerkan hidup mewah ini bertentangan dengan prinsip-prinsip antikorupsi,” ungkapnya.
Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha menambahkan, inti dari persoalan Rafael adalah indikasi harta kekayaan yang tidak wajar. Untuk itu, Praswad mendesak adanya tindak lanjut dari aparat penegak hukum untuk menelusuri dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Rafael. ”Kemungkinan adanya gratifikasi sesuai Pasal 12B UU Tipikor seharusnya menjadi salah satu pintu masuk penegakan hukum,” tuturnya.