Hanya 4 di antara 18 klub Liga 1 yang saat ini menggunakan jasa pelatih lokal. Faktanya, di lima musim terakhir, para tim juara selalu ditangani para pelatih impor. Begitu pula para kandidat kampiun pada musim ini.
BAGUS P.P.-FARID S.M., Surabaya, TAUFIQ A., Jakarta
—
”REKOR” Persebaya Surabaya di Liga 1 2019 itu disamai Arema FC dan Borneo FC. Satu musim, hat-trick ganti pelatih. Dari ketiga pelatih Borneo di musim ini, semuanya impor. Yang terkini adalah Pieter Huistra asal Belanda.
”Saya punya satu keyakinan bahwa Coach Pieter ini mampu membuat suasana lebih cair. Membuat tim lebih kompak,” kata Presiden Borneo FC Nabil Husein.
Nabil terbilang sangat percaya diri. Mengingat, ini debut Huistra di Liga 1 meski dulu dia sempat menjadi direktur teknik tim nasional. ”Tapi, saya yakin tak akan ada kendala dari adaptasi dan kinerja Coach Pieter untuk Borneo FC,” ujarnya.
Masuknya Huistra ini kian mempertegas dominasi pelatih asing di Liga 1. Sampai sekarang, hanya empat tim yang mempertahankan juru taktik lokal: Arema FC, Barito Putera, Persebaya Surabaya, dan PSS Sleman. Di antara keempatnya, hanya Persebaya dan PSS yang sedari awal musim menggunakan jasa satu pelatih.
Mantan kapten tim nasional Ferril Raymond Hattu pun sampai heran. ”Apakah klub tidak percaya kepada pelatih lokal? Lagi pula, apakah pelatih asing yang didatangkan itu benar-benar berkualitas?” katanya kepada Jawa Pos.
Faktanya, di klasemen sementara Liga 1, enam posisi teratas diduduki tim yang ditangani pelatih asing. Di lima musim terakhir, skuad perebut gelar juga ditangani tactician impor. Pelatih lokal terakhir yang bisa membawa tim asuhannya juara adalah Djadjang Nurdjaman bersama Persib Bandung.
Total, selama 22 musim yang terselesaikan di era Liga Indonesia, pelatih asing dan lokal sama-sama 11 kali juara. Jacksen F. Tiago tercatat yang terbanyak, empat kali. Disusul Stefano ”Teco” Cugurra yang tiga kali meraih gelar. Pelatih lokal paling berprestasi adalah Rahmad Darmawan dengan dua gelar.
Dua pelatih pertama Arema FC di musim ini juga asing, Eduardo Almeida (Portugal) dan Javier Roca (Cile). Namun, kini mereka berpaling kembali ke selera lokal yang semasa bermain pernah menjadi kapten Singo Edan: I Putu Gede. ”Karakter Arema ini perlu dibangun lagi. I Putu Gede salah satu figur yang pas,” ungkap Komisaris Arema FC Tatang Dwi Arifianto.
Alasan senada pula yang membuat Persebaya setia kepada Aji Santoso. Aji pernah menjadi kapten Green Force. ”Menurut kami, Coach Aji adalah salah seorang pelatih lokal terbaik yang beredar di Liga 1 saat ini,” jelas Manajer Persebaya Yahya Alkatiri kepada Jawa Pos.
Tim promosi Dewa United sebenarnya juga pernah memakai tenaga lokal. Namun, di bawah kendali Nil Maizar, performa Karim Rossi dkk jeblok dan berada di zona degradasi. Manajemen Dewa United pun bergerak cepat. Di akhir putaran pertama, Nil Maizar dipecat. Mereka mendatangkan tactician asing dengan pengalaman mentereng: Jan Olde Riekerink, eks pelatih Jong Ajax.
Sejak kehadiran Jan Olde, Dewa United berhasil keluar dari papan bawah. Dari sembilan pertandingan yang sudah dijalani, empat kemenangan berhasil dicatatkan. Sisanya, tiga kali imbang dan dua kali kalah.
Persija Jakarta malah tak hanya menargetkan Thomas Doll, pelatih mereka, berprestasi di liga, tetapi juga mencetak pemain-pemain muda berkualitas. Sentuhan pelatih asal Jerman itu sejauh ini sukses, terutama untuk urusan mematangkan para pemain Persija. Buktinya, Macan Kemayoran –julukan Persija– menjadi tim yang paling banyak menyumbangkan pemain untuk tim nasional Indonesia U-20. Total, ada sembilan pemain yang dipanggil untuk mengikuti pemusatan latihan. Namun, saat pemilihan skuad untuk Piala Asia U-20 Uzbekistan, ada satu nama yang dicoret, yakni Barnabas Sobor.
”Kami merancang strategi bagaimana mencapai visi tersebut. Salah satunya adalah mendatangkan pelatih yang sangat kuat dalam reputasi, kapabilitas, dan pengalaman,” ujar Ganesha Putra, wakil presiden Persija.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pelatih Sepak Bola Seluruh Indonesia (APSSI) Imran Nahumarury mengungkapkan, tak ada yang berhak melarang klub memilih pelatih asing. ”Bergantung selera pemilik klub. Apalagi, Liga 1 adalah kompetisi kasta tertinggi di Indonesia,” katanya.
Menurut dia, maraknya pelatih asing di Liga 1 itu justru harus menjadi tantangan para pelatih lokal. ”Pelatih lokal sebenarnya tidak kalah secara kualitas. Ini hanya masalah kesempatan,” ujar mantan pelatih PSIS Semarang tersebut.