JawaPos.com – Berbeda dengan Indonesia. Sejumlah negara Asia tengah mengalami krisis pertumbuhan penduduk. Beberapa negara itu seperti Korea Selatan (Korsel), Tiongkok, dan Jepang. Negara-negara tersebut tengah berjuang keras agar penduduknya mau membuat anak.

Kondisi di Korsel misalnya. Negeri Ginseng itu memecahkan rekornya sendiri. Angka fertilitas alias kesuburan pada 2022 paling rendah di antara lebih dari 260 negara yang dilacak Bank Dunia. Jumlah bayi yang diharapkan bisa dilahirkan perempuan di Korsel hanya 0,78 persen. Pada 2021, angkanya 0,81 persen.

Kekurangan angka kelahiran itu membawa risiko jangka panjang bagi perekonomian Korsel. Di antaranya, mengurangi jumlah tenaga kerja sebagai penopang pertumbuhan sekaligus kekuatan ekonomi.

Nasib serupa dialami Tiongkok. Tahun lalu populasi di negara tersebut turun untuk kali pertama dalam enam dekade. Beijing mencatat tingkat angka kelahiran terendah pada 2022, yaitu 6,77 kelahiran per seribu orang. Fakta itu menjadi titik balik yang diperkirakan menandai dimulainya periode penurunan populasi dalam jangka panjang.

Beberapa provinsi di Tiongkok kini mengeluarkan berbagai kebijakan agar pasangan suami istri mau hamil. Salah satunya memberikan cuti selama 30 hari, tapi mereka tetap digaji untuk pegawai yang baru menikah. Sebelumnya, cuti menikah yang tetap digaji hanya tiga hari. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan angka pernikahan dan kelahiran. Provinsi yang sudah menerapkan adalah Gansu dan Shanxi.

’’Memperpanjang cuti menikah adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan fertilitas,’’ ujar Dekan Institut Penelitian Pengembangan Sosial Universitas Keuangan dan Ekonomi Southwestern Yang Haiyang, seperti dikutip channel News Asia.

Setali tiga uang, Jepang juga memiliki masalah dengan pertambahan populasi penduduk. Negeri Sakura itu termasuk dalam deretan negara dengan angka fertilitas rendah. Di lain pihak, Jepang juga merupakan negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia. Kondisi tersebut ke depan bisa menjadi masalah lantaran populasi lansia jauh lebih besar dari pekerja usia produktif.

By admin