JawaPos.com–Fokus penekanan angka stunting di tiap wilayah menjadi hal penting yang menjadi arahan Presiden Joko Widodo. Meski terhitung prevalensi stunting menurun dari 2021, penekanan di beberapa wilayah seperti di Jatim masih diperlukan secara masif.
Menurut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menunjukkan, prevalensi balita stunting di Jatim mencapai 19,2 persen pada 2022. Provinsi Jatim berhasil memangkas angka balita stunting sebesar 4,3 poin pada 2021 sebesar 23,5 persen.
”Saat ini tercatat 14 kabupaten/kota di Jawa Timur dengan prevalensi balita stunting di atas angka provinsi. Sedangkan 24 kabupaten/kota memiliki prevalensi stunting di bawah angka provinsi. Ini yang terus menerus kami gaungkan tanpa henti. Karena masih banyak masyarakat pesisir yang belum aware pada kebutuhan gizi bayi,” papar Khofifah.
Dia menjelaskan, para ibu dan calon ibu harus paham bahwa pencegahan stunting tidak hanya dilakukan saat anak telah lahir, tapi harus dimulai sejak ibu hamil atau janin masih dalam kandungan. Saat ibu menyusui, konsumsi protein hewani juga dibutuhkan agar kualitas ASI tetap terjaga.
Untuk itu, Khofifah terus berkomitmen dalam upaya pencegahan stunting di Jatim. Apalagi stunting erat kaitannya dengan peningkatan kualitas SDM. Sehingga dalam upaya penanggulangan stunting dibutuhkan kepedulian dan komitmen dari berbagai pihak untuk bersama-sama melakukan perbaikan gizi masyarakat terutama ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Dia menambahkan, kemitraan dan koordinasi terus dilakukan baik lintas program dan lintas sektor terkait Tim Percepatan Penurunan Stunting secara rutin. Termasuk melakukan koordinasi kegiatan aksi konvergensi serta edukasi penurunan stunting dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi.
”Ini melibatkan peran serta organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan organisasi profesi dalam penanganan stunting,” terang Khofifah.