JawaPos.com – Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa menuduh Mantan Kapolres Bukittinggi Dody Prawiranegara dan asistennya Syamsul Arif sebagai dalang dari peredaran narkoba dalam kasus yang melibatkan dirinya. Hal itu ia sampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (23/2).

Teddy membeberkan dugaan itu dilandasi dengan adanya bukti digital forensik berupa percakapan WhatsApp antara Arif dengan Dody yang membicarakan masalah kenaikan pangkat Dody.

“Bikin interval waktu bang, toleransi turun kombesmu itu kapan? Jika ra jelas, spik, musnahkan. Lalu sesuai rencana aja kita cairkan, tembak mabes,” ujar Teddy menirukan pesan WhatsApp dari Arif kepada Dody.

Namun begitu, saat ditunjukkan dan dibacakan percakapan WhatsApp tersebut, Arif mengaku tak ingat. “Tidak ingat saya,” katanya.

Setelah itu, Arif berkali-kali ditanyakan kembali mengenai percakapan itu dan tetap mengaku tak ingat. Akhirnya Teddy ganti pertanyaan lagi.

“Saudara denhan saudara Dody punya rencana apa sih terhadap barang sabu ini?” tanyanya.

Mendengar pertanyaan itu, Arif tampak merasa tersudut dan bertanya balik, “Rencana apa?”

“Lah itu yang saya tanyakan,” kata Teddym

“Tidak ada, Pak,” tegas Arif.

Setelah itu, hakim Jon Sarman Saragih kembali mengulang pertanyaan secara pelan dan mengingatkan Arif untuk berkata jujur karena telah disumpah. Namun, jawaban Arif tetap sama.

Menanggapi itu, Teddy melengos dan kembali menegaskan kesimpulannya. “Padahal di sini jelas dia untuk mengurus pangkat menjadi kombes pol dan langsung berhubungan dengan mabes,” tandasnya.

Sebelumnya, kasus bermula saat Polres Bukittinggi melakukan penyitaan 41,387 kg sabu pada 14 Mei 2022. Dody kemudian melaporkan penangkapan tersebut kepada Teddy melalui Whatsapp. Saat itu Teddy memerintahkan agar barang bukti hasil tangkapan dibulatkan menjadi 41,4 kilogram.

Pada 17 Mei 2022, Dody menghubungi Teddy melalui Whatsapp untuk meminta arahan waktu pelaksanaan konferensi pers.

“Teddy Minahasa Putra memberikan arahan kepada terdakwa untuk mengganti sebagian barang bukti narkotika jenis sabu tersebut dengan tawas sebagai bonus untuk anggota, atas arahan dari Teddy Minahasa Putra tersebut, terdakwa menyatakan tidak berani untuk melaksanakannya,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (1/2).

Dody kemudian menyampaikan perintah Teddy kepada Arif. Arif pun menjawabnya bahwa arahan tersebut rawan untuk dilaksanakan karena tidak memiliki pengalaman dalam hal menukar barang bukti sabu serta tidak memiliki jaringan terkait sabu.

Pada 20 Mei 2022 saat melakukan makan malam dengan jajarannya di salah satu hotel di Bukit Tinggi, Teddy mengingatkan kembali kepada Doddy terkait permintaannya. Selain itu, Dody pun diminta menghadap Teddy di kamar hotel.

“Setelah terdakwa sampai di dalam kamar Teddy Minahasa Putra, saksi Teddy Minahasa Putra memberikan arahan kepada terdakwa untuk mengambil barang bukti narkotika jenis sabu hasil pengungkapan Potres Bukit Tinggi seberat 10 kilogram, guna dipergunakan untuk undercoverbuy dan bonus anggota,” ucap Jaksa.

Dody menyampaikan kepada Teddy bahwa tidak berani. Namun, apabila Teddy memerintahkan, akan tetap dilaksanakan. Namun, Doddy memberikan batas satu bulan agar barang bukti itu diambil oleh pihak Teddy. Apabila tak diambil, maka akan dimusnahkan beserta barang bukti lainnya.

“Selanjutnya terdakwa meninggalkan kamar hotel Teddy Minahasa Putra Ialu kembali menuju Mapolres Bukittinggi,” kata Jaksa.

Perbuatan Dody bersama Teddy, Linda alias Anita, dan Arif dalam hal menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman tidaklah memiliki izin dari pihak yang berwenang dan tidak berdasarkan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

By admin