JawaPos.com–Dugaan pungli bantuan langsung tunai (BLT) dan penjualan sarana prasarana (sarpras) bantuan Pemkot Surabaya di RW 1 Bulak sampai di telinga Wakil Wali (wawali) Kota Surabaya Armuji.
Merespons masalah itu, Armuji menggelar rapat mediasi di kantor Kelurahan Bulak, Kamis (23/2). Rapat tersebut dihadiri puluhan warga, ketua RT, pengurus RW, tokoh masyarakat, jajaran kelurahan/kecamatan Bulak, serta anggota TNI-Polri.
Rapat berjalan intens sejak awal. Pro dan kontra tersaji. Pihak warga dengan pengurus RW saling memberikan keterangan. Sesekali adu argumen. Namun Armuji berupaya memetakan satu per satu dengan jeli permasalahan warga.
Soal pungli BLT, wawali mengatakan, tidak ada pemotongan. Akan tetapi BLT sedikitnya 60 warga ditahan. Baru bisa dikeluarkan setelah membayar iuran pembangunan gedung Balai RW 1 sebesar Rp 100 ribu.
Armuji lantas menyayangkan hal tersebut. Dia mengingatkan agar pengurus RW mana pun di Surabaya tidak boleh menahan BLT untuk warga kurang mampu. Terkhusus pengurus RW 1 Bulak, dia meminta aksi tersebut tidak diulangi lagi.
”Lain kali jangan seperti itu. Yang namanya sumbangan itu sukarela. Jadi untuk masalah BLT itu kan jelas bagi warga tidak mampu, sehingga jangan lah kalau meminta kepada mereka. Saya minta jangan dilakukan sistem penahanan seperti itu lagi, wes stop, nggak boleh, jangan diulangi lagi,” tegas Armuji.
Kemudian soal penjualan sarpras bantuan pemkot berupa gerobak sampah, diketahui memang ada kesepakatan antara pengurus RW dengan RT untuk membayar sebesar Rp 300 ribu per gerobak. Nominal itu digunakan untuk biaya transportasi pengambilan gerobak sampah.
Armuji menjelaskan, gerobak sampah tidak diperjualbelikan. Pemkot memberikan secara gratis bagi RT/RW yang membutuhkan. Hanya saja, pemkot melalui DKRTH tidak mengantarkan ke lokasi. Warga harus mengambil sendiri.
”Kalau angkutan itu ambil sendiri, warga silakan bermusyawarah bisa urunan soal biayanya untuk menyewa transportasi,” kata Armuji.
Namun begitu, Armuji mendadak memasang wajah geram. Itu setelah mendengarkan laporan warga bahwa ada salah satu gerobak sampah yang dijual ke tukang rombeng sebesar Rp 400 ribu. Oknum yang menjual merupakan salah satu staf RW.
”Lho, kalau seperti itu tidak boleh,” ucap Armuji.
Sejumlah persoalan terus diuraikan oleh Cak Ji, sapaan karib Armuji. Termasuk pengurus RW yang wadul lantaran warga membuat aliansi. Cak Ji menyebut, warga bisa mendirikan aliansi asalkan objektif dan tidak tendensius.
Tidak hanya itu, warga juga wadul biaya makam yang tak sesuai kesepakatan. Semula Rp 300 ribu, tapi diminta Rp 600 ribu. Namun hal itu ditepis pengurus RW. Hanya miskomunikasi. Sedangkan isu penjualan tenis meja bantuan pemkot, tidak sempat terbahas.
Jelang bubar, Armuji menegaskan, masalah RW 1 Bulak klir. Dia berpesan agar pengurus RW 1 Bulak memperbaiki pola komunikasi dan pelayanan. Begitu pun warga, dia minta agar saling menghargai, guyub, dan rukun.
”Sebagai RW, tolong yang namanya pelayanan administrasi itu dilayani sepenuh hati. Tolong juga kalau ada hal-hal yang berkaitan dengan masalah biaya, uang, itu hati-hati. Sekarang tidak usah ribut-ribu lagi. Dibangun komunikasinya, harus guyub rukun dan adem ayem,” pesan Armuji, politikus PDIP Surabaya itu.
Sementara itu, Deny salah satu perwakilan warga mengatakan, sangat senang dan terbantu dengan kehadiran wakil wali kota. Armuji dinilai warga telah mengawal mediasi dengan baik, meski tuntutan reshuffle ketua RW tidak terpenuhi.
”Warga senang dan bersyukur karena banyak pihak yang membantu, termasuk Pak Wawali Armuji yang hadir mengawal ke lokasi,” ujar Deny.
”Tuntutan warga selama ini sudah terpenuhi walaupun tidak 100 persen. Selama ketua RW mau berubah baik, akan kita dukung. Aliansi ini kita bentuk sebagai kontrol sosial supaya RW tidak semaunya sendiri. Tidak sewenang-wenang. Toh kita hanya menyuarakan pendapat,” tambah Deny.
Sedangkan Ketua RW 1 Bulak Anang Witono memastikan, penarikan uang untuk gerobak sampah digunakan untuk biaya transportasi. Untuk menyewa truk. Sebab, ada 10 gerobak yang diangkut.
”Itu juga hasil rembuk bersama. Kita angkut sendiri dan butuh truk. Belum lagi sampai di balai RW 2 itu dirakit. Tenaga lagi,” jelas Anang.
Adapun masalah penahanan BLT, dia menjelaskan, total ada 66 orang yang saat itu terdaftar sebagai penerima. Lalu ada beberapa warga yang belum membayar iuran pembangunan gedung balai RW. Pihaknya lantas mengimbau untuk membayar.
”Partisipasi ini wajib. Jadi kita tekankan, ayo jangan tidak sama sekali membayar. Kita tekankan itu ke yang wes kerja, yang wes dapat bantuan agar berpartisipasi. Toh ada yang mendapat bantuan sampai 9 kali. Kita pun juga tidak memaksa semua warga membayar, ada lansia itu kita free-kan,” papar Anang.
Ditanya soal upaya membangun kembali komunikasi dengan warga, Anang memastikan pelayanan kepada warga tetap jalan.
”Saya masih merasa banyak tekanan, karena ini bukan masalah benda, tapi masalah hati. Kita terpukul. Saya off dulu, tapi bukan off pelayanan. Kita dan pengurus masih belum menerima, karena ada banyak banget (warga) yang menghujat,” imbuh Anang.