JawaPos.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan tiga penyakit penyebab kematian paling tinggi di Indonesia. Yaitu jantung, stroke, dan kanker. Untuk mengatasi ketiga “monster” dalam dunia medis itu, Budi menjelaskan pentingnya transformasi layanan rujukan.
Gagasan tersebut dia sampaikan saat memberikan kuliah umum di kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Selasa (21/2). Kuliah umum yang digagas oleh Asosiasi Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan Muhammadiyah (APKKM) itu, mengambil tema Transformasi Sistem Kesehatan Nasional.
Lebih lanjut Budi menyampaikan transformasi layanan rujukan, terkait erat dengan tiga penyakit pemicu kematian tersebut. “Data yang saya miliki, dari 34 provinsi yang bisa melakukan operasi pasang ring itu hanya 28 provinsi,” ungkap Budi. Kalau sudah tidak bisa dipasang ring, maka tindakan berikutnya adalah bedah jantung terbuka. “Ini jumlahnya turun lagi dari 28 provinsi kalau tidak salah ke 22 provinsi,” sambungnya.
Budi mengatakan target Kemenkes pada 2024 nanti, seluruh rumah sakit di Indonesia bisa melayani penyakit jantung, stroke, dan kanker. Dia mengakui, saat ini layanan jantung yang sesuai dengan kompetensi masih belum merata di Indonesia. Hanya 40 rumah sakit pemerintah yang mampu melayani chatlab dan hanya 10 rumah sakit yang mampu melakukan bedah jantung. “Akses layanan dan standar layanan tertentu untuk jantung, stroke, dan kanker saya mau rata tersedia di seluruh provinsi,” ungkap Budi.
Lebih lanjut, hal yang menjadi perhatian Kemenkes lainnya adalah yang berkaitan dengan layanan kesehatan primer dan pembiayaan kesehatan. Sepanjang tahun 2022, Kemenkes terus mendorong layanan kesehatan primer berkualitas agar dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat.
Di hadapan ribuan tamu undangan dan mahasiswa FK dari 12 PTMA baik luring maupun daring, Budi menuturkan bahwa keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan dalam dunia kesehatan. Budi merasakan kehadiran Muhammadiyah dalam sektor kesehatan di Indonesia. “Muhammadiyah is the most influence group di luar pemerintah pada bidang kesehatan dan pendidikan,” jelas Budi.
Selain di layanan rujukan, Budi juga mengatakan Kemenkes berkomitmen melakukan transformasi sistem kesehatan di tingkat dasar. Dia mengatakan saat ini ada sekitar 12 ribu unit Puskesmas yang tersebar di semua wilayah Indonesia. Ia menilai jumlah tersebut tidak akan mencapai pemerataan pelayanan kesehatan. Ada sejumlah program yang akan dilakukan diantaranya menata ulang jaringan fasilitas layanan kesehatan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, perlu revitalisasi Posyandu di setiap wilayah di Indonesia sebagai bentuk pelayanan yang lebih dekat dengan masyarakat. Posyandu bukan hanya melayani Ibu dan bayi. Tetapi melayani setiap siklus hidup termasuk remaja, dewasa, hingga lansia.
Rektor UMJ Ma’mun Murod menggambarkan kondisi kesehatan di Indonesia yang berada jauh di bawah negara lain di Asia Tenggara (ASEAN). Oleh karenanya Ma’mun mendukung Kemenkes sepenuhnya untuk melakukan transformasi kesehatan nasional. Selain itu Ma’mun menyampaikan bahwa salah satu cara untuk melakukan transformasi adalah dengan menggandeng ormas seperti Muhammadiyah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan cara pandang Muhammadiyah dalam membangun pendidikan dan kesehatan. Selama ini, apa yang dilakukan Muhammadiyah dapat mendukung proses pembangunan pendidikan dan kesehatan yang semakin akseleratif untuk hajat hidup orang banyak.
Tidak mudah bagi Muhammadiyah untuk memajukan pendidikan dan kesehatan. Pendekatan sosial keagamaan yang intensif biasanya dilakukan oleh Muhammadiyah. Sebagai contoh, saat memproses pembangunan rumah sakit di Jayapura dan Sorong. Muhammadiyah diterima di sana karena masyarakat merasakan manfaatnya melalui pendidikan dan kesehatan. “Ini merupakan proses transformasi sosial budaya yang membutuhkan back up yang kuat dari berbagai pihak. Langkah ini terus kita ambil karena kita percaya bahwa Tuhan selalu membukakan jalan bagi orang yang bersungguh-sungguh,” ungkap Haedar.