JawaPos.com – Perbankan syariah menorehkan kinerja cemerlang sepanjang 2022. Alhasil, performa yang ciamik membuat PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menjadi bank terbesar keenam di Indonesia. Biaya dana rendah menjadi peluang untuk tetap tumbuh dan memperluas pasar di tengah tantangan ekonomi.
“Kinerja BSI sepanjang tahun lalu tumbuh signifikan. Kita bisa lihat dari laba bersih BSI yang mencapai Rp 4,26 triliun atau tumbuh 40,68 persen secara year-on-year (YoY) di akhir 2022,” ucap Menteri Badan Usahan Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Selasa (21/2).
Dia menyampaikan pertumbuhan BSI merupakan buah kerja keras transformasi perusahaan yang berdampak terhadap efisiensi. Per kuartal IV 2022, total aset bank hasil merger tiga bank syariah Himbara itu tumbuh 15 persen menjadi Rp 306 triliun. Begitu pula dana pihak ketiga (DPK) yang naik 12 persen YoY menjadi Rp 261,49 triliun. Sedangkan, pembiayaan tumbuh 21 persen YoY senilai Rp 208 triliun.
Dari sisi kualitas aset, rasio pembiayaan bermasalah alias non performing financin (NPF) gross bergerak turun. Dari posisi 2,93 persen menjadi 2,42 persen per Desember 2022. Praktis NPF Net juga susut dari 0,87 persen menjadi 0,57 persen.
“Dengan capaian ini, BSI berhasil naik satu peringkat menjadi bank nomor enam terbesar di Indonesia,” ujar Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) itu.
Melalui akses perbankan yang kuat, Erick berharap BSI mampu mendampingi dan meningkatkan skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sekaligus menjadi wadah dan ekosistem bagi industri halal nasional. Sebab, penguatan akses pembiayaan dapat berdampak luas pada kemajuan industri halal nasional.
“Financial gains itu paling penting. Market besar Indonesia sebagai negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia harus menjadikan kita sebagai pemain industri halal dunia, bukan hanya sekadar penonton bagi industri halal negara lain,” tegasnya.
Erick menargetkan BSI mampu naik kelas. Dari saat ini yang menempati peringkat 14 dapat masuk dalam 10 besar bank syariah terbesar dunia pada 2025. Sejajar dengan bank-bank syariah besar lain di dunia.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi bersyukurnya atas capaian yang impresif di tahun kedua. Menjadi market leader dalam industri keuangan syariah di Indonesia. Baik dari sisi jaringan, customer based, capital untuk dapat melayani umat, dan nasabah.
Dia berkomitmen akan terus mengoptimalkan potensi pengembangan Islamic Ecosystem dalam negeri. Mulai dari peningkatan literasi keuangan syariah, menyasar ekosistem ziswaf, masjid, pendidikan, kesehatan, dan industri manufaktur lainnya. “Pencapaian ini membuktikan strategic response BSI yang tepat,” ujar Hery.
BSI memiliki peluang besar untuk terus tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi pada 2023. Sebab, perseroan memiliki biaya dana atau cost of fund (CoF) yang rendah dan segmentasi pasar yang sangat besar. Ekonom senior Muhammad Chatib Basri mengatakan perbankan syariah dalam negeri saat ini memiliki penetrasi pasar yang masih kecil. Hanya sekitar 6 persen di industri perbankan.
Padahal Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga terdapat peluang pasar yang masih sangat luas. Dari sisi kinerja, jumlah kelolaan DPK mengalami pertumbuhan positif yang didominasi oleh tabungan wadiah mencapai Rp 44,21 triliun dari 17,78 juta nasabah.
Pencapaian ini memberikan pengaruh positif terhadap rasio CoF yang kian menurun Desember 2022 di level 1,62 persen. “Ketidakpastian ekonomi di 2023 juga memiliki implikasi pada perbankan. Siapa yang bisa menjaga cost of fund lebih murah akan lebih dilirik sekarang, di sini peluang perbankan syariah. Potensinya jumlah penduduk muslim terbesar, tapi penetrasi pasar perbankan syariah masih kecil, growth kita masih 6 persen. Jadi ada celah yang sangat besar untuk tumbuh,” beber Menteri Keuangan RI periode 2013-2014 itu.
Chatib menuturkan, segmentasi pasar yang besar di Indonesia adalah celah bagi BSI untuk bisa meningkatkan penetrasi bisnis perbankan syariah dalam negeri. Meski, 2023 bukan tahun yang mudah. Tapi dengan CoF yang murah maka relatif punya potensi untuk tumbuh. “Bahkan dalam kondisi tingkat bunga tinggi di 2023,” imbuhnya.
Sementara itu, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan pertumbuhan laba sebelum pajak (profit before tax) sebesar 316 persen secara YoY. Dalam laporan keuangan bank only (diaudit) 2022, laba perseroan per 31 Desember 2022 tercatat senilai Rp 52 miliar. Meningkat lebih dari tiga kali lipat dari Rp 12,5 miliar pada 31 Desember 2021.
Peningkatan laba yang signifikan ditopang oleh kenaikan pendapatan berbasis komisi (Fee Based Income/FBI) perseroan. Melesat 95 persen dari Rp 560,5 miliar per 31 Desember 2021 menjadi Rp 1,1 triliun pada akhir Desember 2022.
Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank Muamalat Hery Syafril mengatakan, 2023 merupakan tahun transformasi untuk tumbuh sehat dengan profit yang berkelanjutan. Oleh karena itu, raihan tersebut menunjukkan bahwa perseroan berada di jalur yang tepat untuk mencapai target tersebut.
Tahun ini, Bank Muamalat mengimplementasikan sejumlah rencana strategis. Pertama, optimalisasi dan penajaman potensi bisnis di segmen pembiayaan dan pendanaan, terutama segmen ritel. Kemudian kedua, penajaman strategi channel distribusi, baik jaringan fisik maupun jaringan digital. “Ketiga, pengembangan organisasi dan sumber daya manusia,” ujarnya.
Aset Bank Muamalat tercatat sebesar Rp 61,4 triliun. Tumbuh 4,2 persen secara tahunan dari Rp 58,9 triliun. Adapun DPK mencapai Rp 46,14 triliun dengan kualitas aset perseroan terjaga dengan baik. Terlihat dari rasio NPF nett sebesar 0,86 persen.
Bank Muamalat juga berhasil menekan beban operasional sehingga efisiensi meningkat. “Hal itu tercermin dari turunnya rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dari 99,30 persen menjadi 96,62 persen per 31 Desember 2022,” ungkapnya.