JawaPos.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik. Ini dilakukan sebagai wujud komitmen dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Menteri ESDM Arifin Tasrif berharap perdagangan karbon tersebut dapat didukung oleh para pelaku usaha di subsektor pembangkitan tenaga listrik. Pernyataan ini disampaikan Arifin saat membuka ‘Launching Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik’ di Jakarta, Rabu (22/2).
“Untuk mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di sektor energi sesuai dengan dokumen enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) diperlukan dukungan dan partisipasi dari pembangkit yang memanfaatkan energi baru terbarukan dan pelaku usaha lainnya yang melakukan aksi mitigasi di lingkup sektor energi,” kata Arifin.
Ia menjelaskan, berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e di tahun 2030.
Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
“Nilai Ekonomi *arbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi, sehingga dapat dikatakan Nilai Ekonomi Karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca,” jelasnya.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Peraturan Menteri ini salah satunya mengatur mengenai perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dan akan menjadi acuan dalam pelaksanaan perdagangan karbon tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengatakan, pada tahun 2023 ini akan dilaksanakan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory. Perdagangan karbon ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada unit pembangkit PLTU batubara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
“Untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE),” ujar Jisman.
Lebih lanjut Jisman menyampaikan bahwa pada tahun 2023 Kementerian ESDM telah menetapkan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU Batubara (42 perusahaan) yang akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW.
Ke depan, secara bertahap perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batubara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PT PLN (Persero).
“Melalui perdagangan karbon ini diharapkan dapat mengubah perilaku kita untuk lebih mengarah ke aktivitas ekonomi hijau yang lebih rendah karbon dan mempercepat pengembangan EBT,” tandas Arifin.