JawaPos.com – Polemik mengenai RUU Kesehatan tak henti-henti mendapat penolakan. Kali ini giliran Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) Seapul Tavip tegaskan penolakan terhadap RUU Kesehatan yang dalam naskahnya ada salah satu pasal yang ingin merevisi Undang Undang BPJS Nomor 2004 tahun 2011.
“Revisinya itu membuat BPJS tidak independen, membuat BPJS dengan mudah diintervensi, dan itu tidak mustahil akan menggerus dana-dana buruh yang ada di BPJS. Jangan rampas uang kami,” lantang Seapul Tavip.
Saepul menilai, RUU Kesehatan juga akan membuat Direksi dan Dewan Pengawas BPJS tidak lagi bertanggung jawab secara langsung ke Presiden, tapi bakal diubah menjadi bertanggung jawab ke Menteri.
“Menteri bisa memberikan penugasan khusus ke Direksi BPJS yang tentu saja penugasan ini patut diduga mengandung kepentingan politik,” tegas Saepul.
Sementara, lanjut Saepul, selama ini kami sudah melihat pola dan menjemen dari BPJS sudah baik, Undang-Undangnya sudah baik, jadi jangan dirusak dengan adanya RUU Kesehatan yang bisa mengintervensi Direksi BPJS untuk kepentingan di luar program jaminan sosial. Ujung-ujungnya bakal berdampak ke pekerja, tentunya akan mengganggu pelayanan.
“Kami sangat sayangkan ini ada semacam penyelundupan hukum melalui RUU Kesehatan di mana revisi UU BPJS Nomor 2004 tahun 2011 dilakukan yang pada akhirnya akan membuat BPJS tidak lagi independen,” ujar Saepul.
Menurutnya, selama ini kami melihat BPJS sudah independen karna langsung di bawah presiden, tapi kalau dengan RUU Kesehatan ini kita melihat tidak lagi independen yang kemudian akan mudah diintervensi kementerian.
“RUU Kesehatan ini akan membuat BPJS kembali ke zaman dulu sebelum tahun 2011 yang dibawah kementerian BUMN, ketika masih ada banyak korupsi karna BPJS saat itu tidak independen,” jelas Saepul.
Dia merinci pengelolaan dana pekerja di BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini sekitar Rp630 triliun dan aset bersih dana JKN di BPJS Kesehatan yang sudah mencapai Rp54,7 Triliun, serta pendapatan iuran JKN mencapai Rp. 143 Triliun (per akhir Desember 2022), akan rawan digunakan untuk kepentingan lain di luar program jaminan sosial.
“Kasus kegagalan investasi yang dialami BUMN asuransi seperti Jiwasraya dan PT. ASABRI beberapa waktu yang lalu, harusnya menjadi acuan bagi Pemerintah dan DPR untuk tetap memposisikan Direksi dan Dewas BPJS memiliki kewenangan penuh dan independen,” pungkas Saepul.
Saepul juga mendesak pemerintah agar RUU Kesehatan tidak merevisi UU BPJS yang mengkerdilkan organ BPJS meniadi organ yang dikendalikan Menteri demi memastikan peningkatan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan, seta keamanan dan peningkatan investasi dana kelolaan di BPJS Ketenagakeriaan dan Kesehatan.
“BPJS harus dikelola dengan independen tanpa intervensi oleh pihak manapun. Pada akhirnya, KRPI menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk Menolak hadirnya RUU Kesehatan. Jangan sampai jaminan sosial meniadi lumpuh dengan revisi yang dilakukan oleh RUU Kesehatan,” pungkas Saepul.