JawaPos.com – Cadangan batu bara di Tiongkok, diperkirakan hanya cukup untuk 35 tahun. Wajarlah bila negara tirai bambu itu tergolong rakus dalam mengimpor batu bara, khususnya dari Indonesia. Cadangan batu baranya mencapai 149,8 miliar ton yang merupakan nomor empat terbesar di dunia.
“Diperlukan upaya khusus agar usaha batu bara di Indonesia bersifat going concern, terus dipertahankan. Hati-hati dengan permintaan batu bara Tiongkok,” kata Founder Bumi Global Karbon (BGK) Foundation, Achmad Deni Daruri dalam keterangan tertulisnya kepada JawaPos.com, Senin (20/2).
Deni juga mengatakan, Indonesia perlu cermat dalam mengekspor batu bara. Khususnya, menghadapi derasnya permintaan dari Tiongkok.
Deni mengatakan, cadangan batu bara di negara itu diperkirakan mencapai 149,8 miliar ton. Nomor empat terbesar di dunia. Tiongkok memiliki cadangan batu bara terbukti yang setara dengan 34,7 kali konsumsi tahunan. Berarti batu bara di Tiongkok hanya cukup sekitar 35 tahun (pada tingkat konsumsi saat ini dan tidak termasuk cadangan yang belum terbukti).
Sedangkan Indonesia, kata Deni, cadangan batu baranya mencapai 24.910 juta ton (MMst). Atau nomor 11 di dunia, menyumbang 2 persen dari total cadangan batu bara dunia yang diperkirakan 1.139.471 juta ton (MMst).
“Indonesia memiliki cadangan terbukti setara dengan 242,7 kali konsumsi tahunannya. Artinya, batu bara bisa untuk 243 tahun di Indonesia. Pada tingkat konsumsi saat ini, dan tidak termasuk cadangan yang belum terbukti,” terang Deni.
Berdasarkan data tersebut, lanjut Deni, wajar bila Tiongkok tergolong rakus untuk impor batu bara asal Indonesia. Agar cadangan batu baranya bisa diperpanjang lebih dari 35 tahun. Sementara itu, negara dengan cadangan batu bara paling besar di dunia yakni Amerika Serikat (AS), sebanyak 22,3 persen cadangan dunia.
“Di pihak lain, Tiongkok merupakan negara yang paling rakus dalam mengkonsumsi batu bara dunia, setelah itu diikuti India,” tuturnya.
Dari mana Tiongkok mengimpor batu bara? Deni menyebut Indonesia. Lebih dari 62 persen impor batu bara Tiongkok berasal dari Indonesia. Sedangkan 17 persen lainnya berasal dari Rusia. Sisanya berasal dari berbagai negara, termasuk Australia dan Amerika Serikat.
Sepanjang Januari hingga November 2022, Tiongkok mengimpor 262,41 juta ton batu bara. Turun 10 persen dindingkan periode sama di 2021. Kebutuhan batu bara naik lantaran Pemerintah setempat gencar membangun pembangkit listrik tenaga batu bara untuk memastikan ketersediaan listrik saat musim dingin.
“Otomatis, Tiongkok membakar lebih banyak batu bara ketimbang negara-negara lain di dunia. Dampaknya, negara ini menyumbang emisi gas rumah kaca terkait batu bara, hampir 6 persen pada 2022,” ungkap Deni.
Sedangkan pada 2020, lanjut Deni, Tiongkok mengekspor sekitar 436 ton batu bara, senilai jutaan dolar. Saat ini, jumlah pembangkit listrik batu bara di terbanyak di dunia, mencapai 1.110 pembangkit. Disusul India dengan 285 pembangkit. Emisi dari pembangkit listrik batu bara di China, menyuburkan Samudra Pasifik Utara dengan nutrisi logam penting bagi kehidupan laut.
Pada 21 September 2021, Presiden Tiongkok, Xi Jinping mengatakan, kepada Majelis Umum PBB, akan meningkatkan dukungan untuk program energi hijau dan rendah karbon di negara berkembang. China juga berjanji tidak membangun pembangkit listrik batu bara baru di luar negeri.
“Tiongkok berinvestasi dalam memperbaiki pembangkit listrik batu bara agar lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan listrik saat beban puncak,” kata Zhou Xizhou, seorang analis energi Tiongkok yang sekarang berada di S & P Global.
Sedangkan Yu Aiqun, peneliti Global Energy Monitor, menerangkan bahwa batu bara adalah sumber energi yang murah, kecuali biaya sosial dan lingkungannya. Tiongkok berencana untuk meningkatkan produksi batu bara hingga 2025 untuk menghindari terulangnya kekurangan listrik pada 2022.