JawaPos.com – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Amnesty International Indonesia (AII) mengecam keras, tindakan berlebihan dan tidak proporsional aparat kepolisian terhadap suporter Persatuan Sepak Bola Indonesia Semarang (PSIS) di lingkungan stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/2). Dalam upaya pengamanan tersebut, polisi secara eksesif menggunakan kekuatannya dengan menembakan gas air mata kepada para suporter.

Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menjelaskan, berdasarkan informasi yang didapat, peristiwa tersebut bermula ketika suporter PSIS Semarang berupaya masuk ke Stadion Jatidiri Semarang, untuk menonton pertandingan sepakbola antara PSIS Semarang vs Persis Solo. Namun, tidak diperbolehkan masuk oleh anggota kepolisian yang melakukan penjagaan, karena adanya keputusan bahwa pertandingan digelar tanpa penonton.

Kondisi tersebut, kata Fatia, menimbulkan gesekan antara suporter dan anggota kepolisian. Hingga pada akhirnya, polisi melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter.

“Pertandingan sepak bola yang saat itu masih berlangsung, sempat dihentikan oleh wasit pada menit ke-74 karena asap gas air mata masuk ke dalam stadion,” papar Fatia.

Terhadap peristiwa tersebut, pihaknya berpandangan bahwa kepolisian diduga telah menggunakan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force). Seharusnya polisi mengupayakan tindakan lain selain menggunakan gas air mata, berdasarkan Pasal 5 Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, tindakan yang dapat dilakukan kepolisian dapat berupa kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras hingga kendali senjata tumpul.

“Secara bertahap upaya-upaya tersebut semestinya dilakukan secara maksimal dalam mengurai gangguan keamanan yang terjadi,” ungkap Fatia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berpendapat, penggunaan gas air mata dalam peristiwa tersebut tidak tepat dan keliru untuk digunakan. Sebab, implikasi dari asap gas air mata tersebut dapat berdampak pada orang-orang yang ada di sekitar peristiwa, mengingat lokasi stadion yang dekat dengan permukiman warga.

Terlebih lagi, asap gas air mata ternyata masuk ke dalam stadion yang mengakibatkan pertandingan sempat dihentikan. Karea itu, ia menduga hal ini merupakan pelanggaran yang serius atas ketentuan Federation Internationale de Football Association (FIFA) Stadium Safety and Security Regulation dan Peraturan Kepolisian Negara Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga (Perpol 10/2022).

“Meski pihak kepolisian mengklaim penggunaan gas air mata digunakan di luar stadion, tetapi tidak bisa dihindari efek asap gas air mata tersebut berdampak pada orang-orang yang ada di dalam stadion,” sesal Usman.

Usman pun memandang, kepolisian tidak benar-benar belajar dari tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang lalu. Karena itu, mempertanyakan keseriusan kepolisian yang ingin berbenah diri dalam melakukan pengamanan pertandingan olahraga.

“Kami mendorong kepada Mabes Polri melakukan evaluasi dan pendalaman kepada anggota kepolisian, tidak terkecuali terhadap atasannya, mengenai adanya dugaan tindakan penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force) dan tidak proporsional pada saat melakukan pengamanan pertandingan sepakbola antara PSIS Semarang vs Persis Solo,” pungkas Usman.

By admin