Tak banyak orang yang merawat tanaman asal benua terluas kedua di dunia. Padahal, tanaman tersebut memiliki eksotisme tersendiri dan tak membutuhkan perawatan rumit. Namun, harganya tergolong mahal dibandingkan tanaman hias lainnya.

HERI Susanto mengubah area lantai 2 rumahnya layaknya greenhouse. Penghobi tanaman asal Surabaya itu punya beragam jenis flora kesayangan. Tak seperti yang lain, dia memilih membudidayakan tanaman asal Afrika. Selain tidak mainstream, tanaman tersebut punya keunikan tersendiri.

Dia menggemari tanaman itu sejak 2000-an. Bermula dari hobi kini telah menjadi ladang penghasilan. Bagi dia, keunikan paling utama tanaman tersebut adalah kemampuan adaptasi. Bagaimana tidak, iklim dan topografi asalnya sangatlah kering. Minim air serta suhu tinggi. ’’Secara bentuk juga lebih eksotis. Seakan dari dunia lain,’’ ujar Heri saat Jawa Pos berkunjung ke rumahnya di kawasan Tubanan, Surabaya Barat, Senin (6/2) lalu.

EKSOTIS: Heri Susanto menunjukkan tanaman Afrika koleksinya, yakni Busera simplicifolia. (FOTO: ROBERTUS RISKY/JAWA POS)

Berbagai jenis tanaman dia miliki. Misalnya, alodia procera dan pachypodium yang punya duri untuk melindungi diri. Serta, tanaman peneduh berukuran besar semacam baobab dan moringa yang bisa mencapai puluhan meter. Tak menjadi masalah saat ditanam di iklim tropis Indonesia. ’’Malah lebih cocok, bahkan sangat subur,’’ terang pria 51 tahun itu.

Ada beberapa perlakuan khusus untuk tanaman yang baru bongkar dari alam secara impor. Yaitu, tak boleh kena hujan dan media tanamnya berupa pasir saja. Fungsinya, menghindari kerusakan atau pembusukan. Setelah itu, tanaman diletakkan di lokasi yang terkena cahaya matahari keseluruhan. ’’Di sini ada sekitar 100 jenis tanaman dari berbagai ukuran,’’ ungkapnya.

Pemula tak perlu khawatir dengan ketahanan tanaman Afrika. Juga tak harus rutin menyiramnya karena kebanyakan jenis tanaman dapat menyimpan air. Apalagi, tanaman besar seperti baobab tidak perlu disiram jika telah besar. Sebab, akarnya dapat menyerap air dari tanah. ’’Kalau ditinggal sebulan relatif menyesuaikan jenis,’’ kata dia.

HASIL EKSPERIMEN: Heri Susanto melakukan pembonsaian tanaman baobab asal Afrika di rumahnya, Kamis (9/2). Untuk membonsai, Heri mendapatkan tantangan karena batang berair. Karena itu, harus dapat proporsi yang pas. (ROBERTUS RISKY/JAWA POS)

Heri menjelaskan, tanaman ukuran kecil dapat menggunakan media tanam campuran. Di antaranya, sekam bakar, pasir malang, dan pumis. Intinya, media tanam harus porous dan pot harus memiliki lubang air. ’’Supaya tidak menggenang yang membuat tanaman membusuk,’’ lanjutnya.

Pemupukan dapat dilakukan jika tanaman telah berusia minimal tiga hingga empat bulan. Dapat menggunakan pupuk slow release atau pupuk organik. Namun, tak harus dilakukan rutin karena hanya bersifat opsional agar tanaman lebih sehat.

Heri bereksperimen membonsai tanaman baobab miliknya. Meski caranya hampir sama, tentu ada tantangan tersendiri membonsai tanaman sukulen. Yaitu, mencari bentuk yang proporsional. Sebab, batang pohon penuh air dan lentur. ’’Kelebihannya, sukulen tidak mudah patah. Enggak seperti bonsai umumnya yang punya batang kering,’’ katanya.

EKSOTIS: Heri Susanto menunjukkan tanaman Afrika koleksinya, yakni Bombax ellipticum. (FOTO: ROBERTUS RISKY/JAWA POS)

Bapak satu anak itu perlu waktu sepuluh tahun untuk mempelajari. Dia pun sempat mendapatkan penolakan dari pencinta tanaman bonsai pada awalnya. Kini beberapa orang telah mengikuti jejaknya meskipun tak banyak. Serta, mendapatkan apresiasi dari mantan ketua Perhimpunan Penggemar Bonsai Indonesia (PBBI).

’’Awalnya terinspirasi dari orang Amerika. Saya praktikkan metode di bukunya,’’ paparnya.

Pemula sangat disarankan memelihara tanaman Afrika karena tak perlu perawatan rumit. Namun, harga yang lebih mahal dibandingkan tanaman hias lain kerap menjadi kendala. Alumnus Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya itu menyarankan membelinya saat masih berukuran kecil. ’’Pernah jual baobab paling mahal Rp 65 juta. Ada juga yang kecil-kecil itu Rp 50 ribu sampai ratusan ribu,’’ paparnya.

(FOTO: ROBERTUS RISKY/JAWA POS)

By admin