JawaPos.com – Tidak berhenti belajar tentang banyak hal menjadi semangat yang terpatri di hati para anggota Lembaga Belajar Perempuan Indonesia (LBPI). Dalam kesempatan meet-up di Sapore Resto Shangri-La Hotel beberapa waktu lalu, mereka membahas hak-hak hukum perempuan dalam perkawinan.
Notaris PPAT Wulansari Widya yang juga anggota LBPI menjadi pemateri utama yang banyak memberi insight baru seputar tema tersebut. Dia menjelaskan, sejak hukum diundangkan, setiap warga negara dianggap sudah harus tahu dan mengerti.
Wulansari mencontohkan, tidak bisa ada haknya istri dan anak kalau perkawinan itu tidak disahkan. Dia menuturkan, kasus yang kerap terjadi adalah terkait ketidaktahuan. “Seperti tidak punya surat warisan, padahal termasuk ahli waris, atau suratnya hilang. Semua itu harus diurus dan dipersiapkan pada setiap pribadi. Kita anak siapa, suratnya mana, harus jelas. Objek hukumnya juga harus jelas dan didaftarkan. Kalau ada kesalahan ejaan nama, misalnya, harus segera diurus.” terang alumnus Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Unair itu.
Meski begitu, Wulansari mengungkapkan bahwa rata-rata perempuan sudah melek hukum. Terlebih di era sekarang yang makin terbuka dengan akses informasi yang jauh lebih mudah.
Lyli Liem, ketua LBPI yang baru dilantik hari itu, menyatakan bahwa selain belajar, esensi LBPI adalah memiliki jiwa yang melayani. Pelajaran yang ditempuh pun bervariasi. Tidak hanya seputar hukum, tapi juga psikologi.
“Kami pikir perlu belajar terkait hukum karena banyak yang masih awam. Kebetulan ada sister kami yang seorang notaris, jadi bisa sharing sesama anggota. Supaya ibu-ibu nggak cuma utek-utek dengan sutil didapur. Saya juga merencanakan sejumlah program baru agar LBPI bisa lebih maju. Seperti belajar batik di Jombang awal Maret nanti,” tuturnya
Wulansari Widya, Notaris PPAT
“Hak hukum itu timbul karena suatu hubungan. Seperti hubungan suami istri dalam perkawinan yang dibuktikan lewat akta pernikahan. Hubungan anak dengan orang tua ada akta kelahirannya. Setiap hubungan harus ada legalitasnya supaya hak-haknya bisa dibuktikan secara hukum.”(hay/c18/tia)