JawaPos.com – Ketua Umum PSSI Erick Thohir tidak menunggu waktu lama untuk memulai misi transformasi sepak bola nasional. Sejumlah persoalan mulai diurai dan dipikirkan langkah perbaikannya.
Kemarin (18/2) Erick mengikuti rapat Exco PSSI. Rapat itu diikuti seluruh jajaran petinggi PSSI, kecuali Ahmad Riyadh. Salah satu persoalan yang dibahas adalah supporter.
Itu menyusul terjadinya kericuhan antara suporter PSIS Semarang dan aparat kepolisian di Stadion Jatidiri, Semarang, pada Jumat (17/2).
Berdasar hasil rapat, menteri BUMN itu menyebut bakal membentuk komite ad hoc suporter. ”Sesuai Statuta FIFA dan PSSI, kami mempunyai 14 komite. Tapi, boleh membuat komite ad hoc,” kata Erick di GBK Arena, Jakarta, kemarin.
Dengan dasar itu, pihaknya memutuskan untuk membentuk komite ad hoc suporter. ”Sebab, mentransformasi sepak bola juga harus melibatkan suporter. Jadi, harus ada keseriusan,” imbuh Erick.
Pascatragedi Kanjuruhan, FIFA sangat konsen menyoroti keamanan dan keselamatan suporter. PSSI pun ingin memastikan suporter klub sepak bola Indonesia bisa pulang ke rumah dengan selamat. ”Tapi, kami juga ingin mengetuk hati para suporter. Kalau transformasi sepak bola Indonesia mau bagus, mereka harus menjadi bagian yang bertanggung jawab untuk perbaikan sepak bola Indonesia,” tegas mantan ketua umum Perbasi tersebut.
Erick tidak main-main dengan upaya memberikan keselamatan kepada para suporter. Menurut mantan presiden klub Inter Milan itu, jika permasalahan tersebut tidak diselesaikan, bukan tidak mungkin akan ada lagi tragedi berdarah di sepak bola Indonesia. ”Peristiwa Kanjuruhan bisa bukan yang terakhir. Bisa jadi ada lagi. Contohnya kemarin (insiden Jatidiri, Red). Tentu kejadian itu akan kami investigasi. Kami tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Setelah itu, baru kami tegakkan rule of the game-nya,” terang mantan ketua NOC tersebut.
”Inilah kenapa perlu ada komite ad hoc suporter. Tidak berarti menyalahkan suporter. Tapi, justru memberikan perlindungan terhadap suporter,” lanjut Erick.
Rapat Exco PSSI kemarin tidak hanya membahas insiden di Jatidiri. Peningkatan kualitas wasit turut menjadi topik pembicaraan. Erick tidak menutup mata bahwa wasit sering dikambinghitamkan dalam sebuah pertandingan sepak bola. Itu terjadi karena banyak keputusan wasit yang dianggap salah.
Erick berjanji akan berusaha memperbaiki kualitas wasit. Salah satu caranya dengan meningkatkan kesejahteraan wasit. Menurut pria 52 tahun itu, banyak wasit di Liga Indonesia yang belum sejahtera. ”Hari ini (kemarin, Red) saya buktikan. Saya turun untuk bertemu wasit Liga 2 yang bernama Pak Rohani. Rumahnya kecil. Dia berdagang kembang tahu. Sekali meniup peluit, bayarannya Rp 5,5 juta,” ungkap Erick.
Idealnya, dalam semusim seorang wasit Liga 2 memimpin 12–15 pertandingan. Faktanya, mereka hanya bertugas dalam lima sampai tujuh pertandingan per musim. Karena itu, pendapatan wasit Liga 2 sangat kecil. ”Pendapatan Pak Rohani dalam berjualan kembang tahu hanya Rp 200 ribu per bulan. Istrinya bekerja sebagai guru PAUD untuk tambah-tambah pemasukan,” katanya.
Erick mengajak untuk memberikan empati. ”Jangan selalu menyalahkan wasit. Kita harus hadir di belakang mereka,” tegas salah seorang pemilik saham klub DC United tersebut.
Menurut Erick, peningkatan SDM perwasitan Indonesia harus dilakukan sebelum bicara penerapan VAR (video assistant referee). ”Teknologi tanpa manusia sama saja bohong. Makanya, kami akan mendorong perbaikan wasit dan sistem pertandingan. Baru kita hitung-hitungan VAR,” terang dia.
Rencana penggunaan VAR di Liga Indonesia nanti menjadi kewenangan komite ad hoc infrastruktur. Itu adalah komite ad hoc kedua yang akan dibentuk kepengurusan PSSI saat ini.
Erick menjelaskan, komite tersebut juga dibentuk untuk mengurusi pembangunan training center tim nasional Indonesia. ”Insya Allah, minggu depan kami akan mengirimkan tim untuk mulai melihat tanahnya. Ini juga menjadi bagian komitmen kami dalam membangun training center bersama. FIFA akan membantu kami. Tapi, kami juga akan mencoba mencari pembiayaan lainnya,” papar Erick.
Rencananya, tahun depan pembangunan training center sudah terwujud. Training center itu akan memiliki empat lapangan latihan. ”Tempatnya di mana, ojo kesusu (jangan terburu-buru, Red). Tunggu dulu. Komite ad hoc infrastruktur menjadi bagian yang penting,” tandasnya.
Begitu pun terkait VAR. Komite ad hoc infrastruktur akan mengurusnya. ”Melihat di mana, berapa biayanya. Ini tentu akan menjadi tantangan,” imbuh anggota Komite Olimpiade Internasional tersebut.
Pembahasan terakhir dalam rapat exco kemarin adalah pembentukan badan tim nasional (BTN). Menurut Erick, negara-negara lain sudah memiliki blueprint jangka panjang. Indonesia tidak boleh ketinggalan. ”BTN juga harus punya blueprint jangka panjang soal persiapan timnas,” terang Erick.
Anggota Komite Eksekutif PSSI Arya Sinulingga menambahkan, persoalan sepak bola Indonesia lainnya akan dibahas berikutnya dalam acara sarasehan sepak bola nasional. Termasuk soal Liga 1, Liga 2, dan Liga 3. Sarasehan tersebut diagendakan pada 4 Maret mendatang. ”Tadi (kemarin, Red) sudah dikatakan Pak Erick. Yang utama saat ini adalah pembentukan komite ad hoc suporter dan infrastruktur. Fokusnya ke sana dulu. Apalagi, kemarin ada kejadian di Semarang,” terangnya.
Arya menambahkan, komite ad hoc suporter berbeda dengan Divisi Suporter PSSI. ”Komite ini akan dipegang exco. Jadi, lebih tertata. Siapa yang akan memegang tugas itu, nanti Pak Erick yang menentukan,” tegasnya.