Jauh sebelum manusia menemukan konsep rumah, mereka bernaung atau berlindung. Hal itu menjadi DNA masyarakat tropis yang menekankan betapa mudahnya hidup di kawasan tropis. Hanya perlu seminimal mungkin energi untuk mencapai kelestarian atau keberlanjutan.

SEBUAH hunian bernama Shelter House yang terletak di kawasan Tangerang, Banten, ini menjadi representasi arsitektur berkelanjutan di iklim tropis seperti Indonesia bagi RAD+ar Architecture. ’’Seluruh aktivitas pemilik dalam rumah direposisi, menciptakan pengalaman baru yang tidak mengurangi nilai dari setiap aktivitasnya,’’ kata Antonius Richard, principal @radarchitects, kepada Jawa Pos pekan lalu.

Aktivitas yang berkaitan satu sama lain dinaungi sebuah atap besar yang menjadi ciri khas rumah ini. Itulah mengapa rumah ini diberi nama Shelter House. Atap yang ’’twisting’’ memberikan bukaan paling optimal pada sisi utara-selatan. Bagian tengah atap tersebut menjadi skylight yang berfungsi sebagai tempat keluarnya udara panas.

Lantai 1 rumah tersebut difokuskan pada atrium yang menjadi pusat rumah yang juga berfungsi sebagai cerobong angin demi memastikan terjadinya ventilasi silang. Double-height ceiling pada area atrium menambah keleluasaan ruang dan jarak pandang. Menariknya, karena dinaungi atap besar, langit-langit rumah itu pun mengikuti lekukan asli atapnya.

DOUBLE VOLUME: Master bedroom dengan ceiling tinggi. (RAD+ar Architect untuk Jawa Pos)

Bagian dalam atap (langit-langit) diberi lapisan timber monokrom. Material itu bertindak sebagai kanvas bagi cahaya matahari dan bayangan yang bermain di sepanjang hari. ’’Pada malam hari, atap sebagai bidang penangkap cahaya lampu di dalam rumah yang dipancarkan ke seluruh fasad bangunan,’’ tuturnya.

Desain rumah tersebut dimaksudkan untuk menghubungkan taman secara visual, memanjang di semua sisi. Karena itu, bagian rumah yang menghadap timur dan barat sepenuhnya dibuat dengan kaca. Dengan begitu, langit dapat terlihat di kedua ujung bangunan. ’’Desainnya membingkai tanaman hijau di sekeliling rumah itu dari dalam dan membuat ilusi taman rumah yang lebih luas dalam konteks Kota Tangerang yang sibuk,’’ terangnya.

Dominasi material kaca memberikan kesan terbuka pada rumah tersebut. Kendati demikian, area privat tetap terjaga dengan baik. Area kamar tidur ditempatkan di bagian belakang, tentunya dengan tidak melupakan pencahayaan alami yang maksimal. Area atrium dan kamar tidur utama dibatasi dengan dinding yang diartikulasikan sebagai struktur dan pembatas visual.

HIGHLIGHTS

  • RAILING KACA
(RAD+ar Architect untuk Jawa Pos)

Tangga atrium merupakan focal point di rumah tersebut. Karena tangga juga bertindak sebagai pengarah visual dari setiap sisi ruangan dan ’’wind chimney’’ pada seluruh rumah, material kaca pun dipilih untuk railing.

  • GLASS BLOCK
(RAD+ar Architect untuk Jawa Pos)

Material glass block dipilih untuk menaungi ruang keluarga. Glass block dapat mengurangi panas matahari yang masuk sekaligus meneruskan cahaya matahari yang diperlukan untuk ruangan di bawahnya. Dengan begitu, dapat memaksimalkan penghematan energi.

  • MICROGARDEN
(RAD+ar Architect untuk Jawa Pos)

Taman mungil atau microgarden pada area atrium memberi kesan terbuka, juga menambah tekanan udara dan permainan cahaya matahari yang berbeda sepanjang hari dengan mengoptimalkan passive design.

HOME’S FACTS

Shelter House saat petang menghadirkan visual permainan cahaya nan elok dengan warm lighting. (RAD+ar Architect untuk Jawa Pos)
  • Shelter House/Bernaung House
  • Arsitek: Antonius Richard (RAD+ar Architect)
  • Luas area: 400 meter persegi
  • Lama pengerjaan: 1 tahun
  • Lokasi: Tangerang

By admin