Rusuh di luar Stadion Jatidiri, Semarang, adalah salah satu contoh bahwa sistem penyelenggaraan liga butuh dibenahi. Pelaku sepak bola juga mengingatkan pentingnya perbaikan pembinaan usia dini yang lebih dari sekadar mengadakan turnamen.
TAUFIQ ARDIANSYAH-FERLYNDA PUTRI, Jakarta
—
KEPENGURUSAN PSSI di bawah komando Erick Thohir baru dilantik pada 16 Februari di Hotel Shangri-La Jakarta. Namun, belum genap 24 jam, kepengurusan Erick langsung dihadapkan pada ujian berat.
Di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, kemarin (17/2), terjadi insiden yang melibatkan suporter PSIS Semarang dengan petugas kepolisian. Dan, dalam insiden tersebut, kembali terdapat tembakan gas air mata.
Ada trauma besar terkait dengan gas air mata menyusul terjadinya tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober tahun lalu yang menewaskan 135 orang. Wakil Ketua Umum I PSSI Zainudin Amali sudah mendapat laporan atas insiden tersebut. Berdasar informasi sementara yang dia terima, insiden itu terjadi di luar Stadion Jatidiri. ”Kalau sudah di luar stadion, tentu ada aturan-aturannya. Yang tidak boleh itu kan kalau di dalam stadion. Polri pasti sudah ada ukuran-ukurannya,” ujar pria yang juga menjabat Menpora tersebut di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, tadi malam.
PSSI akan berupaya agar insiden serupa tidak lagi terulang. Karena itu, insiden di Stadion Jatidiri akan dibahas dalam rapat Exco (Executive Committee/Komite Eksekutif) PSSI. Rencananya, agenda tersebut diselenggarakan siang ini di kantor PSSI, GBK Arena, Jakarta.
Kepengurusan PSSI di bawah kendali Erick tidak hanya diharapkan bisa memperbaiki sistem penyelenggaraan pertandingan Liga 1. Tetapi juga pembinaan sepak bola usia dini. Pelatih sepak bola nasional Bambang Nurdiansyah mengungkapkan, banyak permasalahan di sepak bola usia dini yang harus dibenahi. ”Mulai sarana-prasarana, kompetisi yang berjenjang, hingga pelatih. Usia muda perlu kompetisi berjenjang, bukan turnamen saja,” tutur mantan pelatih Persija Jakarta tersebut.
CEO Sulut United Mirza Hippy juga berharap kepengurusan PSSI di bawah komando Erick bisa membuat penyelenggaraan Liga 2 menjadi lebih baik. Dia sudah mengikhlaskan Liga 2 musim ini tidak berlanjut.
Sebagai gantinya, Liga 2 ke depan harus lebih baik. Menurut Mirza, idealnya peserta Liga 2 hanya 18 klub. Maksimal 20 klub. Saat ini ada 28 klub peserta Liga 2. Jumlah tersebut, menurut dia, terlalu banyak. ”Tentunya ini juga akan membebani operator. Saya rasa, 18–20 klub akan lebih ideal,” tegasnya.
Terpisah, Presiden Joko Widodo juga berharap ada perubahan di persepakbolaan nasional setelah terpilihnya kabinet baru yang dua kursi utamanya diduduki menteri-menterinya, ketua umum dan wakil ketua umum. ”Yang paling penting, ada sebuah perubahan, reformasi total,” ujarnya.
Jokowi tidak menjelaskan detail perubahan total seperti apa yang diharapkan. Dia hanya menyebut akan menanyakannya kepada Erick maupun Zainudin pada pertemuan yang dihelat pekan depan. Kepala negara ingin mendengar sudah ada peta jalan sepak bola tanah air ke depan atau belum. Dia ingin mendengar langkah-langkah yang dilakukan pengurus PSSI ke depannya. ”Semuanya harus terencana secara detail kalau mau sepak bola kita maju,” perintahnya.
Jokowi ingin PSSI juga turut memikirkan pembangunan infrastruktur sepak bola. Misalnya, untuk base camp timnas yang sejauh ini tidak dimiliki. Dia mendengarkan masukan dari pelatih timnas Shin Tae-yong yang menyebut idealnya dalam base camp ada lima lapangan. Dilengkapi pula penginapan hingga kolam renang.
Jokowi tidak menyebut dengan tegas dua menterinya ini harus mundur atau tidak. Dia hanya ingin mereka berdua bisa mengatur waktu. Menurut dia, masalah utama adalah manajemen waktu, organisasi, dan perencanaan.