JawaPos.com–Raut wajah bahagia tak bisa ditutupi Nathania, siswa SMA Negeri 5 Surabaya. Gadis kelahiran Surabaya, itu baru saja pulang setelah menuliskan nama Indonesia dengan tinta emas di ajang kompetisi sains Taiwan International Science Fair (TISF) 2023.
Untuk kali pertama, Indonesia keluar sebagai juara. Nathania mendapatkan first place (juara 1) bidang medicine and health science.
”Ini bukan grup, tapi perorangan lombanya. Awalnya, aku nggak expect sama sekali bakal jadi juara 1. Karena aku berpikir, ya sudah lakukan semaksimal mungkin,” tutur Nathania saat ditemui JawaPos.com.
Kompetisi sains TISF 2023 dihelat secara offline (face to face) di Kota Taipei, Taiwan, pada 5-11 Februari 2023. Bertempat di National Taiwan Science Education Center (NTSEC).
Sebelumnya Nathania merupakan peraih medali perak pada ajang National Science Fair for Indonesian Adolescent atau NASFIA 2022 yang diselenggarakan Indonesia Scientific Society (ISS) secara online pada November 2022.
”Aku melihat isu dulu, ada bakteri MRSA (patogen kedua yang mematikan di dunia) itu ada datanya di nature. Dari masalah tersebut, saya pengin membuat yang konvensional dari kearifan lokal dan juga hal simpel. Lalu, saya menemukan kelor di Indonesia,” terang Nathania.
Banyak jurnal medical science yang dilahap Nathania untuk mempersiapkan laga di Taiwan. Anak dari pasangan dr Agoes Willyono dan Listyawati Setiawan itu mengungkapkan, tanaman kelor memiliki metabolik sekunder. Yaitu, flavonoid, alkaloid, atau saponin. Ketiga kandungan itu bisa melawan bakteri MRSA.
Menurut dia, kelor gampang didapat karena sering ditemukan pada alam Indonesia. ”Kita juga punya agen nanopartikel perak yang jika disintesis bersama maka kandungan di tanaman itu bisa teraktifkan. Mereka bekerja sama sebagai AgNp (agen bakteri). Aku aplikasikan di lomba AYRIS tapi untuk bakteri salmonella, terang Nathania.
Ketika di patogen bakteri MRSA, Nathania berkali-kali melakukan uji coba pengulangan. Dari hasil anova, mic, dan mbc menunjukkan yang bakterinya terhambat. Proses pembuatan untuk materi lomba dengan poster yang berukuran besar dilakukan selama tiga bulan.
”Di NASFIA untung aku dapat silver. Tiap kali aku lomba itu mesti mendadak, belajar presentasi lomba itu kadang suka dua hari sebelum lomba. Agenda sekolah juga padat banget,” tambah Nathania, remaja yang gemar main piano itu.
Sebetulnya, lanjut Nathania, selain di Taiwan ada tawaran ke Barcelona atau Inggris. Tapi, dia justru memilih Taiwan. Bukan tanpa sebab.
”Karena katanya di Taiwan ini dikatakan paling bergengsi dan paling susah,” imbuh Nathania.
TISF 2023 dihadiri 22 negara, yakni Taiwan, Indonesia, Singapura, Thailand, Macau, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Ukraina, Iran, Mesir, Luxemburg, Afrika Selatan, Tunisia, Turki, Italia, Brasil, Meksiko, Swiss, Republik Ceko, dan USA.
Setelah lulus SMA, Nathania bermimpi meneruskan pendidikan di jenjang universitas jurusan kedokteran. ”Inginnya di kedokteran Universitas Indonesia atau UGM. Pengin jadi dokter spesialis saraf,” jelas Nathania.
Nathania juga bermimpi kelak duduk di kursi World Health Organization (WHO) atau berperan di Kementerian Kesehatan Indonesia. Dia tak sekadar berbicara. Pada 2022, Nathania sempat ikut course secara online tentang neurologi yang digelar Singapura.
Di courser tersebut, Nathania menjadi peserta terbaik. ”Ayah nggak pernah memaksa menjadi dokter spesialis saraf. Ayah memberikan keleluasaan, termasuk mama juga. Mereka support aku banget,” ucap Nathania, remaja yang berulang tahun tiap 10 November itu.