JawaPos.com – Fraksi PKS DPR RI dengan tegas menolak hasil panitia kerja (Panja) Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) oleh Panja Badan Legislasi bersama dengan Pemerintah. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf yang mewakili Fraksi PKS menyampaikan sejumlah catatan.
“Fraksi PKS mengutuk keras dan menolak segala bentuk kejahatan seksual, mendukung terhadap upaya-upaya pemberatan pidana termasuk pemberlakuan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual, serta mendukung terhadap upaya-upaya penanganan, perlindungan, dan pemulihan terhadap korban kejahatan seksual,” kata Almuzzammil, Rabu (6/4).
Fraksi PKS juga, lanjut Almuzzammil, sangat menaruh perhatian terhadap upaya-upaya penanganan, perlindungan, dan pemulihan terhadap korban kejahatan seksual yang meliputi layanan pengaduan, layanan kesehatan, bantuan hukum, pemenuhan hak dan pemberian bantuan bagi korban, serta pemulihan untuk mengembalikan kondisi fisik, mental, spiritual, dan sosial korban.
“Hal ini dibuktikan dengan PKS memiliki lembaga khusus yaitu Rumah Keluarga Indonesia (RKI) dengan 1.000 konsultan, yang fokus memberikan advokasi, pendampingan, dan konsultasi yang berkaitan dengan kejahatan seksual yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan jauh sebelum RUU TPKS ini dibahas,” ungkap Almuzzammil.
Di sisi lain, Fraksi PKS juga sangat prihatin dengan semakin maraknya tindakan perzinaan, gaya hidup seks bebas, serta perilaku penyimpangan seksual. Bahkan sejak penyusunan RUU TPKS, Fraksi PKS mendorong agar Rumusan Tindak Pidana dalam RUU TPKS memasukkan secara lengkap jenis-jenis Tindak Pidana Kesusilaan yaitu segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Perzinaan, dan Penyimpangan Seksual.
“Sehingga pembahasan RUU TPKS ini tidak menggunakan satu paradigma yaitu Kekerasan Seksual saja,” ujar Almuzzammil.
Fraksi PKS, lanjutnya, menilai bahwa pembahasan RUU TPKS harus dilakukan dengan paradigma berpikir yang lengkap, integral, komprehensif serta pembahasannya dilakukan secara cermat, hati-hati, dan tidak terburu-buru.
Karena pembentukan undang-undang yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan, termasuk di dalamnya Kekerasan Seksual, Perzinaan, dan Penyimpangan Seksual harus memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016.
“Dalam Pertimbangan Hukumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa diperlukan langkah perbaikan untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan oleh Pembentuk Undang-undang,” ujar Anggota DPR Dapil Lampung ini.
Almuzzammil juga menilai, dalam menyusun suatu rumusan delik tidak bisa membebaskan suatu perbuatan bukan sebagai tindak pidana, semata-mata hanya karena perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur delik. Padahal perbuatan tersebut jelas dilarang dan bersifat sangat tercela menurut nilai agama dan nilai-nilai hukum yang hidup masyarakat Indonesia.
Kemudian, setelah menerima banyak masukan dari masyarakat terkait RUU TPKS (Adapun masukan dari Organisasi dan Lembaga Kami lampirkan dalam Pandangan Fraksi ini), Fraksi PKS konsisten untuk memperjuangkan agar dalam RUU TPKS diatur perihal larangan dan pemidanaan terhadap Perzinaan dan Penyimpangan Seksual sebagai salah satu bentuk Tindak Pidana Kesusilaan.
“Sebab, norma Perzinaan dalam KUHP bermakna sempit sehingga tidak bisa menjangkau perbuatan zina yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya belum terikat perkawinan dengan pihak lain,” terang Muzzammil.
Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukan ketentuan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang (LGBT)/Penyimpangan Seksual dalam RUU TPKS, dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa, melarang segala bentuk kampanye penyimpangan seksual, dengan memberikan pengecualian bagi pelaku penyimpangan seksual karena kondisi medis tertentu yang harus direhabilitasi.
“Mengingat adanya kekosongan hukum perihal pengaturan LGBT di Indonesia, karena tidak ada satu pun hukum positif Indonesia yang secara eksplisit-normatif melarang perilaku LGBT, maka pembentuk undang-undang perlu segera mengaturnya. Selain itu, Fraksi PKS juga mengusulkan untuk menambahkan kategori pemberatan pidana (ditambah 1/3) sebagaimana diatur dalam RUU TPKS ini yaitu apabila Tindak Pidana Kekerasan Seksual dilakukan secara Penyimpangan Seksual,” urainya.
Fraksi PKS memberikan masukan bahwa dalam perumusan jenis-jenis Tindak Pidana, sebaiknya disesuaikan dengan Tindak Pidana Kesusilaan yang telah dibahas dalam RKUHP agar rumusan Tindak Pidananya lengkap, integral, komprehensif, dan tidak menimbulkan pemaknaan lain yang tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
“Rumusan Tindak Pidana Kesusilaan yang diatur dalam RKUHP ini sudah komprehensif karena meliputi perbuatan yang mengandung unsur kekerasan seksual dan yang tidak mengandung unsur kekerasan seksual, seperti perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis,” pungkasnya.