JawaPos.com – Sebuah studi terbaru di Inggris mengungkapkan jumlah virus atau viral load Covid-19 di hidung pasien lebih banyak jumlahnya daripada di tenggorokan. Para peneliti dari University of College London Hospital, Imperial College, dan University of Oxford mengungkap fakta tersebut.
Studi terbaru juga menunjukkan bahwa jumlah virus yang sangat kecil sudah bisa membuat seseorang terinfeksi. Yaitu hanya satu tetesan udara dari seseorang yang bersin, berbicara, atau batuk.
Dalam penelitian mereka, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine, para peneliti menemukan bahwa jumlah virus Covid-19 jauh lebih tinggi di hidung daripada di tenggorokan. Berdasar itu, mereka menggarisbawahi pentingnya memakai masker dengan menutupi hidung dan mulut.
Penelitian itu terungkap dari percobaan manusia yang sengaja diinfeksi untuk melakukan pengukuran longitudinal yang tepat dari kinetika virus, dinamika transmisi, respons imunologis, dan durasi pelepasan infeksi. Peneliti studi menambahkan, bahwa tantangan eksperimental dengan patogen manusia membutuhkan pengawasan etis yang cermat.
“Memberi rekomendasi kebijakan klinis dan penyempurnaan langkah-langkah pengendalian infeksi,” kata mereka seperti dilansir Science Times.
Penelitian dilakukan pada 36 partisipan relawan berusia 18 hingga 30 tahun. Para sukarelawan masing-masing diberi dosis virus menggunakan tabung kecil ke dalam hidung mereka, kemudian ditempatkan di unit karantina penahanan tinggi di kepercayaan Royal Free London NHS Foundation dengan pemantauan medis yang ketat selama 24 jam dan akses penuh ke perawatan klinis.
Penulis penelitian menemukan bahwa 18 peserta, setara dengan 53 persen. Hanya dalam 5 hari, mereka dapat terinfeksi.
Mereka juga mengatakan bahwa virus itu awalnya terdeteksi di tenggorokan, meski naik ke tingkat yang jauh lebih tinggi di hidung. Virus pulih atau sembuh dari hidung hingga rata-rata 10 hari setelah injeksi. Para peneliti studi menemukan bahwa sebagian besar peserta yang terinfeksi sembuh dengan cepat. Tidak ada efek samping yang parah, dan gejala ringan hingga sedang dilaporkan oleh 16 dari 18 peserta penelitian yang terinfeksi.