JawaPos.com – Rusia mengancam akan melakukan pembalasan. Pasalnya, negara-negara Eropa menjadikan Gazprom, perusahaan gas asal Rusia, sebagai sasaran sanksi. Jerman salah satunya. Senin (4/4), mereka menyatakan mengambil alih anak perusahaan Gazprom di Jerman, Gazprom Germania, hingga 30 September nanti.
”Kami sudah mendengar pernyataan dari pejabat tentang kemungkinan nasionalisasi aset kami. Jika melangkah sejauh itu, jangan lupa bahwa ini adalah pedang bermata dua,” ancam Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (5/4).
Dia menegaskan, industri di sektor energi memburuk karena langkah-langkah kasar dari nonpasar. Salah satunya tekanan administratif pada Gazprom di berbagai negara Eropa. Selama ini, Kremlin menyuplai sekitar 40 persen suplai gas di Uni Eropa (UE). Terutama Jerman, Italia, dan beberapa negara Eropa Timur.
Sejak serangan Rusia ke Ukraina, sanksi bertubi-tubi memang dijatuhkan negara-negara Barat ke Kremlin. Situasi kian memburuk setelah fakta pembantaian penduduk sipil di Bucha, Kiev Oblast, terungkap. Citra satelit yang dirilis Maxar Technologies menunjukkan bahwa jenazah warga sipil tergeletak di Yablonska Street, Bucha, sejak 19 Maret.
Pasukan Ukraina baru berhasil mengambil alih kota itu dan memukul mundur pasukan Rusia pada 31 Maret. Foto dari Maxar Technologies otomatis membantah klaim Kremlin bahwa jenazah warga sipil yang tercecer di Bucha adalah rekayasa.
UE menyatakan bakal memberikan status persona non grata pada sekelompok diplomat Rusia yang bekerja di lembaga-lembaga mereka. Dengan status tersebut, imunitas diplomatik mereka dicabut dan mereka bisa diusir dari Brussel. Para diplomat itu dianggap terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan status diplomatiknya.
”Layanan hubungan luar negeri kami telah memanggil duta besar Rusia untuk UE hari ini (kemarin, Red) guna mengomunikasikan keputusan tersebut,” ujar Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell, seperti dikutip Agence France-Presse. Pada saat yang sama, Italia juga mendepak 30 diplomat Rusia dari negaranya.
Sehari sebelumnya, AS dan Inggris mengumumkan rencana untuk mendepak Rusia dari Dewan HAM PBB (UNHRC). Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menegaskan, mereka tak bisa membiarkan anggota UNHRC yang merongrong prinsip penegakan HAM tetap berpartisipasi. Rencananya, voting untuk menentukan status Rusia itu digelar pada Kamis (7/4).
Di sisi lain, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia tidak terima. Dia menyebut negara-negara Barat berusaha mengecualikan Rusia dari forum multilateral dunia. Hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. ”Ini tidak akan memfasilitasi atau membantu pembicaraan damai Rusia dan Ukraina,” tegasnya.
Pembicaraan itu pun belum membuahkan hasil signifikan. Peluang Putin bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga kian kecil setelah insiden di Bucha.
UE bakal mengirim tim untuk melakukan penyelidikan langsung di lapangan. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga berencana datang ke Kiev dan bertemu dengan Zelensky. Rusia hingga kini masih membombardir Ukraina. Terutama di Mariupol. Sangat mungkin situasi di Mariupol tidak jauh beda dari Bucha. Turki pun menawarkan untuk mengevakuasi warga sipil yang tewas dan terluka di Mariupol. Namun, hal itu bergantung izin dari Rusia. Sebab, kota itu terkepung.