JawaPos.com – Kuasa hukum Bambang Trihatmojo, Hardjuno Wiwoho berharap agar PT Tata Insani Mukti (TIM) bisa bergabung untuk meminta hak tagih kepemerinah pemerintah atas penyelenggaran Sea Games 1997.
“Harapan kami sebenarnya nantinya PT TIM bisa bergabung untuk menuntaskan kasus ini, karena tidak ada gunanya PT TIM melawan kami. Di satu sisi urusan ini sudah lampau dan disisi lainnya PT TIM menjadi subjek hukum dari Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) Sea Games,” kata Hardjuno saat ditemui usai meresmikan Kantor Hukum Wardhana Wiwoho & Partners di Jln HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta, Minggu (13/3).
Bahkan, kata Hardjuno, dalam gugatan pertama di pengadilan Jakarta Selatan, pihaknya mengaku menang melawan PT TIM terkait dengan siapa saja yang bertanggungjawab dan sudah terbit akta van dading (surat perjanjian perdamaian) yang mana PT TIM mengakui bahwa disitu Bambang Trihatmodjo mengeluarkan uang sebesar Rp156 miliar.
“Kalau memang nanti secara data dan fakta terungkap kalau pemegang saham itu menombok ke PT TIM, nanti kita hitung. Karena kalau saya lihat dari dana Rp 51 miliar itu ada dana pemegang saham Rp13 miliar. Tapi itu nanti tidak kita bahas sekarang, kita jalan kan dulu di Pengadilan Jakarta Selatan untuk menuju kepada gugatan ke Jakarta Pusat (menggugat pemerintah untuk hak tagih),” jelasnya.
Pihaknya juga berharap akan adanya langkah rekonsiliasi sehingga kalau nilai selisih tidak dihitung Rp 51 miliar maka ia merasa tidak masalah.
“Kami juga akan menghitung dari Rp 51 miliar dana yang ditombok oleh Bambang Trihatmodjo itu kalau dibungakan jadi berapa? kan lebih dari pokok Rp35 miliar,” ujarnya..
Sekedar informasi, PT TIM merupakan kosorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997. Saham perusahaan itu dimiliki oleh PT Perwira Swadayatama diwakili oleh Bambang Riyadi Soegomo dan PT Suryabina Agung diwakili oleh Enggartiasto Lukita.
Lalu, Bambang sendiri menjabat sebagai pimpinan konsorsium penyelenggara Sea Games tersebut, sekaligus Presiden Komisaris di PT TIM namun Bambang tidak memiliki saham di PT TIM.
Diketahui, Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Sea Games XIX 1997 lantaran Brunei Darussalam mundur dalam ajang olahraga untuk kawasan ASEAN. Lantaran dipilihnya secara mendadak, pemerintah tidak memiliki alokasi dana penyelenggaraan dari ABPN.
Maka dibentuklah KMP untuk mencari dana penyelenggaraan Sea Games. Adapun kebutuhannya ditentukan oleh Kemenpora dan KONI yang juga terlibat dalam kepanitiaan penyelenggaraan Sea Games 1997.
Dana yang dibutuhkan awalnya Rp 70 miliar. amun, seiring berjalannya waktu, KONI membutuhkan tambahan dana Rp 35 miliar untuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) atlet Indonesia yang akan bertanding di Sea Games 1997.
Kebutuhan pelatnas itu berhasil ditutupi dari pinjaman yang berasal dari dana pungutan reboisasi Kementerian Kehutanan. Pengucuran dana reboisasi itu dilakukan melalui Kemensesneg, dan langsung dicairkan oleh KONI.
Usai penyelenggaraan, dilakukan audit kepada KMP Sea Games 1997 oleh akuntan publik yang di tunjuk, yaitu KPMG Hanadi Sudjendro & Rekan. Hasil audit menunjukkan bahwa selama penyelenggaraan, konsorsium mengeluarkan dana Rp 156 miliar yang terdiri atas kebutuhan penyelenggaraan senilai Rp 121 miliar, dan untuk persiapan kontingen Indonesia Rp 35 miliar.
Artinya, dengan demikian dari dana Rp 70 miliar yang dikumpulkan konsorsium dari sponsor Sea Games, dan Rp35 miliar dari dana reboisasi, ada kekurangan dana Rp51 miliar.
“Kalau kita membela orang, jangan setengah-setengah. Kita juga harus bela orang dengan iklas,” pungkasnya.