JawaPos.com- Potensi tanaman hias di kawasan Gresik Selatan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pasalnya, produktifitasnya yang tinggi mampu memenuhi kebutuhan pasar di tingkat nasional. Bahkan, siap melangkah ke ranah ekspor dan bisa mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).

Hal itu terungkap dari ungkapan para petani tanaman hias dalam acara sharing session yang digelar Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) Koordinator Gresik, di Desa Kesamben Kulon, Kecamatan Wringinanom, Gresik, Sabtu (12/3).

Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Pengurus Pusat Kauje Gresik M. Sarmuji, Kepala Bank Indonesia (BI) Kanwil Jatim Budi Hanoto, Direktur Pengawasan LJK 2 dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jatim Mulyanto, pelaku eksportir Muhammad Ridho serta para petani bunga yang tergabung dalam Asosiasi Tanaman Hias (ATH) Gresik.

Ketua ATH Gresik Glen Hayat menyampaikan bahwa tanaman hias di Kota Pudak sangat potensial. Di wilayah Wringinanom saja, terdapat 2.000 petani tanaman hias yang tersebar di enam desa. Di jalan utama kecamatan, berhias aneka tanaman sepanjang 7 kilometer di jalan utama kecamatan.

“Jika di total, kurang lebih memiliki 52 hektard hamparan. Selain memiliki kemampuan ekspor, juga berpeluang menjadi desa wisata khusus tanaman hias,” paparnya.

Namun, masih terdapat kendala untuk merealisasikan hal tersebut. Terutama syarat administratif menjadi eksportir yang belum bisa dipenuhi para petani tanaman hias. “Padahal, ada tawaran dari beberapa negara, mulai dari India, Thailand hingga kawasan Eropa,” ujarnya.

Glen pun berharap ada program pendampingan khusus untuk meningkatkan produktivitas para petani tanaman hias. Termasuk, dukungan perbaikan infrastruktur dari pemerintah. Dengan demikian, tanaman hias benar-benar menjadi komoditas menarik untuk mendongkrak branding Gresik, selain Bandeng maupun Kota Santri.

Pernyataan senada disampaikan Kepala Bank Indonesia (BI) Kanwil Jatim Budi Hanoto. Menurutnya, potensi di kawasan tersebut sebetulnya mampu mereplikasi Kampung Flory di Jogjakarta. “Bahkan bisa lebih besar jika melihat mayoritas profesi masyarakat yang menggeluti tanaman hias,” jelasnya.

Dalam pengelolaan tanaman hias, lanjut Budi, juga terdapat potensi cross cutting ekonomi yang sangat luas. Dari sudut pandang pendapatan, misalnya. Tanaman hias masuk pada sektor pertanian. Sedangkan dari segi bisnis, pelaku UMKM memanfaatkannya sebagai suvenir untuk menghias rumah. “Jika dikelola lebih besar lagi, tentu akan semakin menarik antusiasme masyarakat. Misalnya merambah sektor wisata,” jelasnya.

Meski demikian, terdapat tiga hal mendasar yang harus mulai disiapkan untuk menyulap desa menjadi kawasan pariwisata. Yaitu, menerapkan konsep 3A (atraksi, amenitas, aksesbilitas). “Kami membuka pintu yang sangat lebar untuk berkolaborasi. Mendorong UMKM naik kelas,” ungkapnya.

Sementara itu, Sarmuji menyampaikan bahwa dorongan terhadap pelaku UMKM sudah menjadi komitmen Kementerian Keuangan RI. Selama pandemi, UMKM terbukti menjadi salah satu pilar yang mempu menjaga stabilitas ekonomi. “Sehingga fasilitasi dan pelatihan ekspor produk menjadi peluang. Termasuk mendorong bunga desa Go Internasional,” tutur alumnus Unej angkatan 1998 itu.

Sarmuji berharap, dalam tiga bulan kedepan target ekspor tanaman hias di Gresik sudah terlaksana. Apalagi, berbagai keluhan yang disampaikan dalam kesempatan tersebut akan segera ditindaklanjuti. “Dengan mendorong pemerintah dan pihak terkait melakukan fasilitasi dan pembekalan. Termasuk mendorong perbaikan infrastruktur di wilayah potensial,” pungkasnya.

By admin