JawaPos.com–Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan tangkap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi penggelembungan (mark up) pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Ibu Anak Siti Fatimah. Lima tersangka itu ditangkap petugas di Jakarta.
Direktur Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sulsel Kombespol Widoni Fedry mengatakan, lima orang tersangka itu memang bermukim di Jakarta. Pihaknya akan segera rampungkan kasus tersebut.
”Lima orang itu kami amankan karena mereka berdomisili di Jakarta. Ini juga untuk memudahkan proses pelimpahan karena dikhawatirkan mereka akan melarikan diri,” ujar Widoni Fedry.
Dia menjelaskan, lima orang tersangka tersebut berinisial R, A, S, A, dan L. Tiga dari lima orang tersangka itu adalah penyedia alat kesehatan.
Kombespol Widoni menyatakan, tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 9,3 miliar tersebut sebanyak 10 orang. Lima di antaranya berdomisili di Jakarta.
Lima tersangka lain, lanjut dia, merupakan kelompok kerja (Pokja) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) lingkup Pemprov Sulsel. Meski demikian, Widoni enggan mengungkapkan lima tersangka dari lingkup Pemprov Sulsel tersebut.
”Lima orang tersangka lain itu dari pokja dan PPK provinsi,” tutur Widoni Fedry.
Widoni menambahkan, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah. Hal tersebut tergantung dari pengembangan penyidikan.
”Bisa jadi bertambah tersangkanya tergantung hasil penyidikan nanti itu bisa berkembang,” ucap Widoni Fedry.
Direktur Lembaga Antikorupsi (Laksus) mengapresiasi kinerja Polda Sulsel dalam memberantas korupsi yang dinilai cukup cepat dan berhasil menangani perkara tersebut.
Itu menjadi bukti keseriusan Polda sulsel dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RS Fatimah. Diharapkan polisi juga bisa menangani perkara lain karena masih ada banyak kasus lain yang harus ditangani.
Dalam penanganan perkara tersebut, polisi berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena perkara tersebut menggunakan anggaran yang sangat besar dengan kerugian mencapai Rp 9,3 miliar lebih berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).