JawaPos.com – Kalau ada wilayah yang bisa menjadi tempat IKN baru berkaca terkait status otorita, itu adalah Batam. Sebab, kawasan di Kepulauan Riau tersebut dulu berstatus sama dan didesain khusus sebagai pesaing Singapura.
Otorita merupakan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat yang dapat bertindak untuk dan atas nama pemerintah pusat.
”Ini yang rancu pada OB (Otorita Batam) dulu sehingga kegiatan yang dibangun menyimpang,” kata Ampuan Situmeang, pakar hukum sekaligus pengamat kebijakan publik yang concern mengikuti perkembangan Otorita Batam, kepada Batam Pos.
Saat ini yang ada di Batam adalah Badan Pengusahaan (BP) Batam. Wali kota Batam merupakan ex officio kepala BP. Sementara itu, dalam Undang-Undang (UU) IKN yang disahkan pada 18 Januari lalu, penyelenggara pemerintahan di IKN Nusantara adalah Otorita IKN Nusantara. Badan itu dipimpin kepala Otorita IKN dan dibantu seorang wakil kepala otorita. Keduanya langsung ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
Ampuan memberi contoh kerancuan di Batam pada transhipment alias pergerakan barang dan alat angkut. Kegiatan yang sejak awal seharusnya dibangun di Batam sebagai daerah industri justru saat ini melenceng menjadi pariwisata.
”(Daerah pariwisata) itu juga bagus, tapi menyimpang. Sekarang baru disadari bahwa Batam makin sulit bersaing dengan sekeliling Batam sendiri untuk transhipment. Hal-hal seperti itu perlu diantisipasi Otorita IKN Nusantara nanti,” kata Ampuan.
Dia berharap tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Otorita IKN kelak tidak berubah jika ada pergantian presiden. Sebab, itu dapat menimbulkan inkonsistensi dalam mengembangkan ibu kota baru. Seperti penambahan daerah industri menjadi pariwisata di Batam.
Melihat pengembangan Otorita IKN saat ini, Ampuan melihat tidak ada lagi pemerintah daerah dalam skenario yang dirancang untuk Nusantara. Menurut dia, itu sangat penting untuk dijaga. Jika melihat Batam pada perjalanannya yang juga ada Pemko Batam, akhirnya timbul polemik. Sebab, regulasi yang mengatur hubungan keduanya tidak jelas.
”Otorita itu harus dipisahkan dengan pemerintahan setempat sehingga kepala daerah tidak merangkap jabatan sebagai kepala otorita seperti di Batam,” ujarnya.
Wali kota Batam adalah ex officio kepala Badan Pengelolaan (BP) Batam. Dia menambahkan, selama ini, meski ada otorita di Batam, tidak semua kewenangan pusat diberikan ke Batam. Dalam istilah warga Batam, kepala dilepas, tapi ekor dipegang pusat.
”Ini konsekuensi dari anggaran BP Batam yang berasal dari APBN, bukan dari APBD,” katanya.